Sri Mulyani Lihat Risiko Asumsi Pertumbuhan Ekonomi dan Rupiah Meleset
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melihat kemungkinan pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah meleset dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2019. Penyebabnya, kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.
Ia melihat risiko pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari asumsi 5,3%. "Ini berat di sisi demand dan supply. Ada down risk tapi masih di atas 5%," kata dia dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2019 di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Selasa (8/1).
Nilai tukar rupiah berpotensi tidak sesuai dengan asumsi yang sebesar Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Sebab, ketika asumsi ditetapkan, tengah terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, namun belakangan rupiah justru mengalami penguatan. Penyebabnya antara lain adalah sinyal perlambatan kenaikan bunga acuan oleh bank sentral AS.
(Baca juga: Ekonom Lihat Peluang Besar Kurs Rupiah Balik ke Kisaran 13.000/US$)
Harga minyak juga kemungkinan tak sesuai asumsi yang sebesar US$ 70 per barel. Pada 2018, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) menurunkan produksinya sehingga terjadi kenaikan harga minyak dunia. Sementara pada tahun ini, surplus pasokan minyak diperkirakan terjadi sehingga harga minyak kemungkinan tidak setinggi awal 2018.
Namun, ia menilai Indoensia memiliki kondisi fundamental ekonomi yang baik sehingga akan tetap dipercaya oleh investor. Sebab, saat terjadi gejolak ekonomi pada 2018 saja, pemerintah dapat menangani dengan fleksibel.
(Baca juga: Ada Empat Faktor, Gubernur BI Lihat Rupiah Bisa Terus Menguat)
Ke depan, ia menyatakan pemerintah akan terus melihat dampak dinamika global ke perekonomian, termasuk ke masyarat dan industri. "Jadi kami tidak hanya fokus bagaimana ke APBN, tapi juga pengaruhnya terhadap perekonomian kita," ujarnya.