Pembangunan Infrastruktur Salah Satu Pendorong Inflasi Rendah

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi pembangunan infrastruktur jalan tol.
2/1/2019, 19.43 WIB

Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan oleh pemerintah merupakan salah satu faktor yang mendorong penurunan inflasi tahunan dari 3,6% pada 2017 menjadi 3,13% pada 2018. Dengan pembangunan infrastruktur, pemerintah pusat memperlancar arus barang hingga ke pusat produksi sehingga menekan biaya logistik.

Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika, mengatakan infrastruktur lain yang disebut berpengaruh terhadap rendahnya inflasi adalah proyek jalan dan irigasi yang ada di desa dan dibiayai dana desa. "Ini tidak lepas kerja keras seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah pusat berperan memperlancar arus barang lewat infrastruktur," kata Erani dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Rabu (2/1).

Sejak tahun lalu, beberapa proyek infrastruktur yang dimulai pembangunannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah selesai pembangunannya. Salah satunya adalah ruas tol Trans Jawa.

Meski demikian, Erani juga menyebut peran Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter yang mengendalikan inflasi dari sisi permintaan. Sedangkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang dimotori pemerintah daerah juga berperan dalam mengendalikan inflasi daerah. "Terutama pada bidang pangan," kata Erani.

Penurunan inflasi dari 3,6% pada 2017 menjadi 3,13% pada 2018 membuktikan pemerintah dapat menjaga inflasi dari ketidakpastian. "Terutama inflasi dari harga bergejolak (volatile foods) dan inflasi inti," ujarnya. Kenaikan harga minyak dunia sebelumnya diprediksi akan berpengaruh terhadap inflasi. Inflasi sepanjang 2018 yang sebesar 3,13% berada di bawah target 3,5% dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

(Baca: Menko Darmin Yakin Inflasi 2018 Rendah Bukan Imbas Daya Beli Turun)

Erani juga mengatakan, penurunan inflasi terlihat dari inflasi inti yang hanya 3,26% per tahun selama 2015-2018. Sedangkan inflasi dari harga barang diatur pemerintah dan barang bergejolak secara rata-rata dalam periode yang sama hanya 4,59% dan 2,29% per tahun.

"Tahun 2010-2013, tiga jenis inflasi rata-rata 4,5% ( inflasi inti), 6,87% (harga yang diatur pemerintah), dan 9,66% (pangan bergejolak) per tahun," kata Erani. Inflasi yang rendah ini menjadi modal pemerintah untuk memacu tumbuhnya ekonomi di masa depan. Target pembangunan lainnya, seperti penurunan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pun dapat dicapai lebih cepat.

Dalam konferensi pers di kantornya, Kepala BPS Suhariyanto memaparkan, penyumbang terbesar inflasi pada tahun lalu adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dengan andil sebesar 0,26%. "Komoditas utama yang andilnya paling tinggi adalah bensin umum, bukan yang subsidi karena kenaikan harga minyak," kata dia.

Harga beras juga menyumbang inflasi dengan kontribusi mencapai 0,13%. Namun, andil harga beras lebih rendah dibandingkan 2017 yang sebesar 0,16%. Kemudian, harga rokok kretek filter menjadi penyumbang inflasi terbesar ketiga dengan andil 0,13%.

(Baca: Inflasi 2018 Capai 3,13%, Kenaikan Harga Bensin Jadi Kontributor Utama)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution