Penguatan dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam waktu cepat menjadi sorotan. Setelah menguat tajam nyaris Rp 1.000 sepanjang November lalu, rupiah berbalik melemah sekitar Rp 300 hanya dalam waktu tiga hari. Namun, Bank Indonesia (BI) menjelaskan kondisi pasar keuangan secara umum cenderung membaik.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan pergerakan nilai tukar kental dengan dinamika sentimen pasar jika dilihat secara harian. "Dalam beberapa hari yang lalu rupiah mengalami penguatan yang signifikan, sementara waktu yang lain negara emerging market lain akan menguat lebih besar," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (7/12).
Namun, berdasarkan penilaian BI, kondisi pasar keuangan secara umum cenderung membaik seiring dengan ketegangan perang dagang yang mereda, serta perkiraan perlambatan kenaikan suku bunga acuan AS. Hal itu tercermin dari arus masuk investasi asing yang cukup baik ke pasar keuangan. Ini menjadi dorongan positif bagi rupiah.
(Baca juga: Melemah 3 Hari Berturut-turut, Rupiah Kembali ke 14.500 per Dolar AS)
Menurut dia, investor jangka panjang juga sudah kembali melakukan investasi. "Hal ini seiring dengan kondisi fundamental Indonesia yang lebih baik dengan negara-negara emerging market tersebut," ujarnya.
Jika dilihat sejak awal tahun (year-to-date), ia pun menilai depresiasi nilai tukar rupiah relatif moderat dan lebih baik dibandingkan sejumlah negara setara lainnya, termasuk India.
Meski begitu, ia menyatakan BI akan tetap waspada. Sebab, ketidapastian di global masih tinggi. Adapun BI telah menempuh kebijakan yang bersifat antisipatif atau preemptive dan front loading dengan mengerek bunga acuan untuk menghadapi risiko yang ada.
(Baca juga: Besarnya Ketergantungan pada Hot Money Buat Rupiah Mudah Bergejolak)
Tujuan kebijakan tersebut, untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik di tengah peluang kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan. Selain itu, untuk memperkuat upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke batas yang aman. Harapannya, pasokan dan permintaan valas terjaga sehingga tekanan terhadap nilai tukar rupiah bisa diredam.
Menurut dia, BI juga akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sejalan dengan fundamentalnya. "BI akan berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik," kata dia.
Ia menambahkan, instrumen lindung nilai (hedging) juga sudah diperkaya dengan harga yang lebih murah, yaitu swap hedging dan pengaktifan pasar valas berjangka Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Instrumen ini untuk menambah opsi bagi pelaku pasar untuk mengelola kebutuhan valasnya.
(Baca juga: Perkuat Rupiah, BI Kembangkan Pasar Valas Berjangka di Dalam Negeri)
Adapun koordinasi dengan pemerintah juga dilakukan BI untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Salah satu caranya, dengan memberikan insentif lebih besar bagi devisa hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah.
Selain itu, BI juga menjaga pasokan dolar lewat kerja sama bilateral swap. Kerja sama bilateral swap dilakukan dengan sejumlah negara, seperti Thailand dan Malaysia. Kerja sama tersebut untuk memfasilitasi penggunaan mata uang lokal untuk perdagangan dan investasi sehingga kebutuhan terhadap dolar AS dapat dikurangi.
"Ke depan, kerjasama semacam ini akan diperkuat dan diperluas," ujar Dody.