Cukai Rokok Batal Naik, Bea Cukai Putar Otak Kejar Target Penerimaan

Donang Wahyu|KATADATA
Rokok
6/11/2018, 11.55 WIB

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau alias cukai rokok. Meskipun, kenaikan tersebut merupakan strategi untuk mengejar target penerimaan cukai yang meningkat tahun depan. Kini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus putar otak untuk mengejar target.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nugroho Wahyu Widodo mengatakan, penerimaan akan didorong dari pemberantasan rokok ilegal. Menurut dia, pemberantasan rokok ilegal dapat membuka pasar untuk rokok legal.

"Ini akan meningkatkan penerimaan (cukai hasil tembakau)," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (11/6). Upaya pemberantasan rokok ilegal akan dilakukan dengan melibatkan aparat penegak hukum. Harapannya, peredaran rokok ilegal bisa turun menjadi 3% dari posisi tahun ini sebanyak 7,04% dan 2016 sebanyak 12,14%.

(Baca: Jokowi Batalkan Kenaikan Cukai Tahun 2019, Harga Rokok Tetap)

Penerimaan cukai hasil tembakau ditargetkan sebesar Rp 158,8 triliun tahun depan atau naik Rp 10,6 triliun dibandingkan target tahun ini sebesar Rp 148,2 triliun. Penerimaan ini merupakan penyumbang utama penerimaan cukai yang sebesar Rp 165,5 triliun tahun depan.

Selain melalui pemberantasan rokok ilegal, penerimaan cukai akan didorong lewat intensifikasi untuk kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) seperti vape, molases atau sisha, dan lainnya. Nugroho pun optimistis target penerimaan cukai dapat tercapai. "Seberat apapun kami selalu optimistis," kata dia.

Adapun harga rokok di Indonesia tergolong paling murah di Asia setelah Vietnam. Dilansir dari situs pemeringkat Numbeo, harga sebungkus rokok Marlboro setelah cukai di Indonesia berkisar Rp 25.000 per bungkus. Harga tersebut seperenam harga di Singapura yang sebesar Rp 152.000 per bungkus.

(Baca juga: Cukai Rokok Batal Naik, YLKI: Pemerintah Abaikan Perlindungan Konsumen)

Ditemui di Kementerian Keuangan pada Kamis (1/11) atau sehari sebelum keputusan cukai rokok, Nugroho sempat menyebut rencana kenaikan sebesar 10%. Hal ini untuk mengejar target penerimaan cukai rokok yang naik Rp 10 triliun tahun depan. “Karena targetnya naik, ya pasti naik,” kata dia, ketika itu.

Ia tak menampik perdebatan mewarnai rencana kenaikan tersebut. Namun, ia menjelaskan posisi pemerintah adalah menjembatani antara kepentingan untuk menjaga kesehatan (Kementerian Kesehatan) dan industri.

Menurut dia, pertemuan sudah berkali-kali dilakukan dengan pelaku usaha untuk sosialisasi dan pelaku usaha telah maklum. Apalagi, kenaikan cukai juga tidak seragam dengan mempertimbangkan besar kecil industri.

(Baca juga: Jokowi Keluarkan Aturan Cukai Rokok Tambal Defisit BPJS Kesehatan)

Namun, rencana tersebut pupus dalam rapat terbatas di Istana Negara Jumat (2/11) pekan lalu. Presiden Joko Widodo memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada tahun depan. Keputusan tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Ia tak menjelaskan secara spesifik latar belakang keputusan tersebut. Yang jelas, menurut Sri Mulyani, keputusan berdasarkan hasil evaluasi dan masukan dari rapat. "Kami putuskan tidak ada perubahan tingkat cukai," kata dia.

Selain itu, pemerintah juga akan menunda penggabungan kelompok cukai. Dengan demikian, dari harga hingga struktur cukai hasil tembakau mengikuti ketentuan tahun ini. "Baik harga jual, eceran, maupun pengelompokkannya," ujarnya.