OJK: Investor Saham Tak Khawatir Pelemahan Rupiah

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pekerja membersihkan kaca layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami gangguan di Mandiri Sekuritas, Jakarta, Senin (10/7). Adanya gangguan sistem penyebaran informasi atau datafeed pada pembukaan perdagangan IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakibatkan perdagangan lebih lambat dari sebelumnya dan IHSG turun 0,26 persen atau 15,4 poin ke level 5.799,39 di akhir sesi I.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
7/9/2018, 15.43 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan investor di pasar saham tidak khawatir terhadap volatilitas di pasar global dan defisit neraca berjalan yang berpengaruh terhadap indeks. Hal itu disampaikan usai Bursa Efek Indonesia mengadakan acara Investor Gathering bertema Menyikapi Volatilitas Perdagangan Saham di Bursa Efek Indonesia.

"Sebetulnya tadi tidak ada pertanyaan (dari investor). Lebih banyak penjelasan dari Pak Sua (Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan) mengenai kondisi fiskal dan policy yang dilakukan pemerintah. Kemudian menjelaskan perkembangan dari moneter," kata Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (7/9).

Hoesen menilai, persoalan di pasar saham yaitu kerentanan dari daya tahan pasar saham, karena dominasi asing terhadap portofolio saham yang ada di BEI. "Kami bersyukur, investor domestik tumbuh banyak dan bisa menopang volatilitas yang ada di pasar," katanya.

(Baca: Faktor Pembeda Pelemahan Rupiah Saat Ini Dibandingkan Krisis 1998)  

Suahasil mengatakan pemerintah ingin mendorong ekspor dan investasi, termasuk mengendalikan impor, dengan cara berbagai campuran kebijakan. Seperti menerapkan B20 untuk bio solar, menaikan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk proyek infrastruktur, termasuk menaikan tarif pajak penghasilan (PPh) untuk barang konsumsi yang diimpor.

"Kami pastikan bahan baku tidak ada kenaikan (PPh). Hanya barang konsumsi (impor)," kata Suahasil di kesempatan yang sama.

pemerintah juga menerapkan beberapa kebijakan dalam mendorong ekspor, salah satunya dengan memberikan insentif fiskal untuk sektor industri terutama industri hulu. Dalam meningkatkan devisa, sektor pariwisata dalam negeri juga digenjot demi menarik wisatawan asing berkunjung ke Indonesia.

(Baca: Pemerintah Bentuk Satgas Pengawas Aturan PPh Impor)

Selain itu, pemerintah juga melakukan penyerdahaan sistem bisnis license melalui Online Single Submission (OSS) dalam upaya meningkatkan investasi. Kemudian melakukan berbagai macam simplifikasi yang lebih teknis antara Ditjen pajak dan Ditjen Bea Cukai.

Sementara Bank Indonesia (BI) melihat prospek nilai tukar rupiah ke depan diperkirakan tidak seberat tahun ini. Proyeksi ini seiring terkendalinya laju inflasi dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 dan 2019 masing-masing berkisar di 5,0% - 5,4% dan 5,1% - 5,5%. Adapun, laju inflasi diperkirakan stabil di kisaran 3,5%+1% untuk tahun 2018 dan 2019.

Suahasil menilai, tantangan pertumbuhan ekonomi bersumber dari dinamika perekonomian global, yaitu tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter Amerika Serikat, moderasi ekonomi Tiongkok, proteksionisme, perang dagang AS dan Tiongkok, ketegangan geopolitik, dan perubahan iklim atau cuaca ekstrim.

Ketidakkhawatiran investor mulai terlihat pada perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai berada di zona hijau. Kemarin IHSG ditutup menguat 92,6 poin atau naik 1,63% menjadi berada di level 5.776. Sedangkan hari ini, pada pertengahan perdagangan IHSG kembali menguat 20,2 poin atau 0,35% menjadi berada di level 5.796.