Indonesia membutuhkan data terkait investasi fisik alias Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang lebih rinci guna pemerataan penanaman modal. Oleh karena itu, Badan Pusat Statistik melaksanakan survei penyusunan disagregasi PMTB.
PMTB didefinisikan sebagai besaran penambahan dan pengurangan barang modal tetap untuk kebutuhan produksi pada suatu aktivitas ekonomi selama periode tertentu. Penyebutan lainnya adalah investasi fisik.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjelaskan, investasi fisik yang dimaksud dapat berupa konstruksi, mesin dan perlengkapan, kendaraan, peralatan, sumber daya hayati, kekayaan intelektual, maupun biaya pengalihan kepemilikan aset yang tidak diproduksi.
(Baca juga: Pertumbuhan Investasi Kuartal II Tertinggi di Periode Sama Sejak 2013)
Menurut dia, ketersediaan data PMTB di Indonesia belum memadai sehingga harus diperinci. Semakin detil dan komprehensif PMTB maka penanaman modal yang masuk selanjutnya dapat lebih merata. Peran PMTB di dalam PDB per triwulan kedua tahun ini sebesar 31,15%.
“Saat ini, data PMTB di dalam PDB dirinci menurut enam jenis aset. Kami harap ke depan bisa dirinci menurut 44 jenis aset,” kata Suhariyanto, di Jakarta, Kamis (23/8).
PMTB enam jenis aset yang ada sekarang terdiri dari bangunan, mesin dan perlengkapan, kendaraan, peralatan lain, sumber daya hayati (cultivated biological resources/CBR), serta produk kekayaan intelektual.
Ke depan, perincian jenis aset tersebut ditambah sehingga bangunan terdiri dari tujuh aset, mesin dan perlengkapan ada lima aset, peralatan lain menjadi sepuluh aset, hewan empat aset, tanaman lima aset, kekayaan intelektual lima aset, serta biaya pengalihan kepemilikan sejumlah dua aset.
Suhariyanto menuturkan, data PMTB yang komprehensif dapat dipakai untuk menganalisa tiga aspek secara detail a.l. pelaku ekonomi yang melakukan investasi, investasi berdasarkan lapangan usaha, serta nilai investasi dan stok barang modal.
(Baca juga: BKPM Sebut Rupiah dan Politik Penyebab Rendahnya Investasi Kuartal II)
Investasi fisik alias PMTB tentu tidak seluruhnya berasal dari investor dalam negeri tetapi juga asing. Kontribusi investasi asing di Indonesia saat ini terbilang lebih rendah dibandingkan dengan tetangga di kawasan Asia Tenggara.
“Kita belum tergantung kepada asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri.
Mengutip data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) serta World Investment Report diketahui, pertumbuhan rerata investasi asing selama 2011 - 2016 di Tanah Air setinggi 5,7%, padahal keseluruhan di Asia Tenggara mencapai 17%. Pada kurun waktu yang sama, Malaysia dan Vietnam mencatatkan rata-rata penanaman modal asing sebesar 14% dan 23,2%.
Pertumbuhan Investasi Asing Sejumlah Negara
1990-97 | 2000-04 | 2005-10 | 2011-16 | |
Indonesia | 4.8 | -3.3 | 5.6 | 5.7 |
Malaysia | 16.0 | 10.4 | 13.6 | 14.0 |
Philippines | 5.2 | 5.9 | 7.4 | 7.0 |
Thailand | 4.5 | 14.2 | 13.2 | 6.1 |
Viet Nam | 33.6 | 12.6 | 20.4 | 23.2 |
Bolivia | 24.1 | 38.7 | 11.2 | 15.5 |
Asia | 6.1 | 9.2 | 9.6 | 6.3 |
East and South-East Asia | 8.0 | 11.2 | 9.3 | 6.5 |
South-East Asia | 10.7 | 15.1 | 17.6 | 17.0 |
Sumber: UNCTAD dan World Investment Report
Faisal mengutarakan, pemerintah perlu memacu pertumbuhan investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tapi ini harus dilakukan berdasarkan data yang komprehensif dan terpercaya. “Kita harus pilah pihak asing yang akan melakukan alih teknologi dan berorientasi ekspor,” kata dia.
Menurutnya, guna mempercepat laju pertumbuhan ekonomi maka struktur PMTB perlu ditingkatkan di atas 35%, kini baru di kisaran 31,15%. Artinya, peranan investasi fisik perlu ditambah. Oleh karena itu, data PMTB butuh dilengkapi supaya kebijakan investasi pemerintah lebih efektif. Pemerintah kelak dapat memetakan secara pasti sektor industri mana saja yang lebih membutuhkan investasi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro meminta BPS segera menyelesaikan survei penyusunan disagregasi PMTB. Pasalnya, kebijakan terkait penanaman modal harus merujuk kepada data yang tepat, tidak hanya responsif terhadap pemberitaan media.
“Contohnya, pihak swasta yang bilang kalau proyek dalam negeri tergerus oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) maka harus dilihat lebih dalam aspek apa saja supaya kebijakannya tepat,” kata dia.
Lebih detail lagi, pendataan komprehensif juga membuat pemerintah tahu lebih detil komponen pembentuk investasi pada perusahaan pelat merah. Bambang menyatakan, kini belum jelas investasi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berasal dari pemerintah atau swasta.
(Baca juga: Keuntungan BUMN Naik 30 Persen Selama Era Jokowi)
Disagregasi PMTB juga diperlukan pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan daya tariknya di mata penanam modal. “Kepala daerah harus mau meningkatkan investasi karena dampaknya kepada peningkatan lapangan kerja,” tuturnya.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dipublikasikan BPS diketahui, jumlah pengangguran berada pada level 5,17% atau sekitar tujuh juta orang. Perluasan lapangan kerja salah satunya melalui investasi ke sektor padat karya.
BPS tengah mengumpulkan data melalui kuesioner yang disebar kepada sejumlah kementerian dan lembaga sejak April 2018. Publikasi hasil survei ini akan dilakukan bertahap. BPS memprakirakan, disagregasi PMTB tidak bisa kelar dalam waktu dekat tetapi terus diupayakan penyempurnaannya.