Bank Indonesia (BI) memperanjang kerja sama Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia. Kerja sama tersebut bertujuan untuk memperkuat bantalan cadangan devisa.
“Kami tak bisa semata mengandalkan kebijakan moneter atau naik turunnya suku bunga acuan,” kata Direktur Departemen Internasional BI Erwin Haryono, di Jakarta, Kamis (9/8). (Baca juga: BI Perpanjang BCSA dengan Australia Sampai 2021)
Perpanjangan perjanjian kerja sama BCSA dengan Australia tersebut terkait upaya pemerintah menjaga defisit transaksi berjalan (current account deficit / CAD). Tapi BI menegaskan, kelanjutan kemitraan bilateral ini sama sekali tidak mengindikasikan adanya krisis keuangan.
BCSA di antara Indonesia – Australia memungkinkan dilakukan swap mata uang rupiah dengan dolar Australia sebesar AUD$ 10 miliar atau setara Rp 100 triliun. Alhasil, transaksi di antara dua negara ini tidak harus menggunakan dolar Amerika Serikat.
"Dengan demikian, permintaan US dollar di pasar dapat dikurangi dan tekanan pada ketidakstabilan rupiah bisa ditekan," ujar Erwin.
Perpanjangan BCSA ini ditandatangani pada 5 Agustus 2018 dalam pertemuan gubernur bank sentral Executives Meeting of East Asia-Pacific (EMEAP) di Manila. Kerja sama BI dengan bank sentral Australia sebelumnya berakhir pada Desember 2018.
Kerja sama Indonesia dan Australia dinilai penting lantaran kinerja ekspor ke Negeri Kanguru menempati urutan tertinggi ke-11. Sementara itu, impornya berada pada peringkat ke-8. Untuk investasi, Australia duduk pada urutan kesembilan.