Di sisi lain, Bhima menilai upaya pemberian insentif untuk penyimpanan DHE kurang efektif. Ia mengatakan, dalam paket kebijakan ekonomi tahun 2015, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah nyatanya sudah memberikan insentif pengurangan pajak bunga deposito kepada eksportir yang menyimpan devisa hasil ekspor di bank domestik ataupun mengonversinya ke rupiah. Namun, realisasinya masih belum optimal.

“Artinya jalan menggunakan insentif memang tidak efektif tarik devisa hasil ekspor,” ujar dia. (Baca juga: Pengusaha Menilai Pemerintah Akan Sulit Tarik Devisa Hasil Ekspor)

Pendapat senada disampaikan Direktur Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Menurut dia, kewajiban menahan DHE penting untuk mencegah devisa dengan mudah keluar masuk Tanah Air sehingga menyebabkan ekonomi domestik rentan terhadap guncangan eksternal. “Perlu ada pengendalian devisa dan juga capital control agar tidak dengan mudah keluar masuk,” katanya.

Sebelumnya, imbauan untuk memulangkan dan mengonversi devisa disampaikan Presiden Joko Widodo dan para menteri saat pertemuan dengan para taipan, pekan lalu. Hal itu lantaran pemerintah mencatat masih ada 15% DHE yang belum masuk ke perbankan dalam negeri. Pemerintah berharap adanya kerja sama berbagai pihak untuk stabilisasi kurs rupiah.

Adapun BI memperhitungkan DHE yang belum masuk sekitar 10%. Sementara itu, dari 90% yang sudah masuk, hanya 15-25% di antaranya yang dikonversi ke rupiah. Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pihaknya tak berencana mengubah imbauan memulangkan devisa menjadi kewajiban lantaran hal itu dapat melanggar UU Lalu Lintas Devisa.

Halaman: