Tarif PPh UMKM 0,5% Berpotensi Gerus Penerimaan Negara Rp 2,5 Triliun

Arief Kamaludin|Katadata
Suasana sosialisasi tax amnesty untuk UMKM di pusat perbelanjaan dan grosir tekstil, Thamrin City, Jakarta, Kamis (1/12).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
22/6/2018, 18.33 WIB

Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun sebesar 0,5%. Tarif itu turun dibanding sebelumnya yang sebesar 1% atas omzet.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto. Aturan ini berlaku mulai 1 Juli 2018. "Diharapkan beban beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dalam siaran pers yang diterima Katadata, Jumat (22/6).

Dengan demikian, pelaku UMKM diharapkan lebih berperan aktif mendorong perekonomian nasional. Pengurangan beban ini juga diharapkan mampu membantu pelaku UMKM untuk lebih ekspansif mengembangkan bisnisnya. Selain itu, UMKM memiliki waktu lebih untuk mempersiapkan diri dalam pemenuhan kewajiban pajak seperti menerapkan pembukuan dalam aktivitas bisnisnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menghitung, penurunan tarif ini berpotensi mengurangi pendapatan pajak negara hingga Rp 2,5 triliun dalam jangka pendek. "Insentif pajak ini adalah bentuk pengorbanan. Tetapi seyogianya (juga) dipandang sebagai investasi pemerintah karena dalam jangka menengah-panjang," kata dia. Sebab, kebijakan ini akan menambah basis pajak karena wajib pajak baru bakal meningkat.

(Baca juga: Pemerintah Wacanakan Hapus Pajak Penghasilan Petani Tebu)

Ia pun mendukung kebijakan ini karena bersifat opsional. Wajib pajak diberi kesempatan untuk memilih skema final atau normal, sesuai kondisi yang sebenarnya. UMKM yang merugi, misalnya, bisa menggunakan mekanisme pajak final yang laporan keuangannya disampaikan pada saat pelaporan SPT Tahunan.

Kerugian yang dikompensasi adalah sekitar tiga hingga tujuh tahun. Namun, untuk tahun-tahun selanjutnya, UMKM yang bersangkutan harus konsisten menggunakan tarif pajak normal. "Skema ini dinilai cukup untuk mengedukasi wajib pajak agar mampu menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik, sekaligus menutup celah penghindaran pajak," ujarnya.

Selain itu, menurutnya kebijakan ini memberi ruang pelunasan pajak dengan pemotongan pihak lain sehingga secara administrasi menjadi lebih mudah.

(Baca juga: Bidik Rasio Pajak 11,4-11,9%, Ini Kebijakan Perpajakan 2019)

Ke depan, menurutnya pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan sektor UMKM ini harus ditingkatkan. Utamanya, harus didahului penyuluhan, sosialisasi, edukasi, dan bimbingan. Setelahnya dilakukan penegakan hukum yang selektif dan terukur agar menciptakan dampak kepatuhan.

Adapun data Ditjen Pajak menunjukkan, ada sekitar 1,4 juta wajib pajak UMKM per akhir 2017. Rinciannya, UMKM orang pribadi berjumlah sekitar 1,3 juta, sedangkan UMKM badan sekitar 205 ribu. Penerimaan pajak dari UMKM orang pribadi tercatat sekitar Rp 3,2 triliun, sedangkan dari UMKM badan sekitar Rp 2,5 triliun.

Reporter: Desy Setyowati