Bank Indonesia (BI) berencana melonggarkan rasio kredit terhadap agunan (Loan to Value/LTV). Tak hanya berdampak pada rasio uang muka Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), kebijakan ini juga akan mempengaruhi indikator lainnya yang bisa mendorong pertumbuhan kredit di sektor perumahan.
"Relaksasi ini nanti akan bisa mendorong sektor perumahan untuk first time buyer. Di samping itu juga investment buyer," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo saat Halal Bi Halal di kantornya, Jakarta, Jumat (22/6).
Ia mencatat, permintaan pembeli rumah pertama yang berusai 36-45 tahun cukup tinggi. Untuk itu, relaksasi uang muka perumahan ini akan berlaku untuk mereka. Sementara, investor juga disasar BI karena pembeli jenis ini memiliki uang yang cukup banyak. Dengan begitu, minat investor untuk membeli properti diharapkan meningkat.
Menurutnya, detail kebijakan tersebut masih akan dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pekan depan. "Kami bahas lebih detail nanti. (Apakah) DP atau relaksasi indent, dan beberapa pembayaran lainnya," kata Perry.
Sebelumnya, BI sudah dua kali menurunkan rasio LTV dalam tiga tahun terakhir. Pertama, menurunkan LTV dari 70% menjadi 80% pada 2015. Lalu, LTV kembali dilonggarkan menjadi 85% pada 2016. Namun, beberapa ekonom memandang kedua pelonggaran itu tidak cukup efektif mendorong kredit di sektor perumahan.
(Baca juga: Optimistis Tatap Ekonomi AS, The Fed Kerek Bunga Acuan Jadi 2%)
Menurut Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih, BI harus lebih spesifik bila ingin kembali menjalankan kebijakan ini. Misalnya, dikhususkan untuk imvestor yang memang memiliki uang atau menyasar kelompok masyarakat bawah yang ingin membeli rumah pertama. Sebab, saat ini permintaan kredit di sektor perumahan belum benar-benar pulih.
"Sektor perumahan belum tumbuh baik. Kalau mau memperlonggar LTV, harus jelas segmennya yang mana? Yang bisa membantu," ujarnya. Menurutnya, BI lebih baik menyasar pembeli jenis investor karena memiliki likuiditas lebih.
Adapun, di akhir era kepemimpinan Agus DW Martowardojo di BI sempat mewacanakan kajian LTV secara spasial atau berdasarkan pembagian wilayah. Dengan pendekatan itu, bisa saja rasio LTV berbeda-beda bergantung masing-masing daerah. Namun, kebijakan itu urung dilaksanakan.