Cadangan devisa terus tergerus sejak Februari 2018 seiring meningkatnya gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bank Indonesia (BI) melansir cadangan devisa turun US$ 2 miliar sepanjang Mei 2018 ke posisi US$ 122,9 miliar. Dengan demikian, sepanjang Februari hingga Mei, cadangan devisa telah turun US$ 9,08 miliar.

“Penurunan cadangan devisa pada Mei 2018 terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi,” demikian tertulis dalam rilis BI, Jumat (8/6).

(Baca juga: Kurs Rupiah Tersandera Dana Asing, Bunga Acuan Bisa Jadi Obat Mujarab?)

Meski terus tergerus, BI menilai posisi cadangan devisa masih cukup tinggi. Cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Selain itu, cadangan devisa berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” demikian tertulis.

(Baca juga: Jelang Rilis Kebijakan 3 Bank Sentral, Indeks Saham dan Kurs Terpukul)

Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang membaik, serta kinerja ekspor yang tetap positif.

Adapun nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS sejak akhir Januari 2018, terutama dipicu oleh arus keluar dana asing seiring naiknya imbal hasil (yield) surat berharga AS dan penguatan dolar AS. Hal itu lantaran adanya ekspektasi kenaikan lebih cepat bunga acuan AS, defisit fiskal AS dan isu geopolitik.  

Mengacu pada kurs tengah BI, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan paling dalam pada 24 Mei 2018 ke level 14.205 per dolar AS. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Oktober 2015.