Bank Indonesia (BI) membuka peluang kenaikan lebih lanjut bunga acuan BI 7 Days Repo Rate untuk menjaga stabilitas makro ekonomi. Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemerintah optimistis kebijakan tersebut tidak akan berdampak pada penyaluran kredit dan laju ekonomi dalam jangka pendek.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dampak kenaikan bunga acuan pada ekonomi baru akan terasa dalam 4-8 triwulan atau 1-2 tahun ke depan. "Tidak harus linier, tergantung kondisi domestik demand-nya. Jadi suku bunga naik, terus ekonominya turun bulan-bulan ini juga, tidak begitu," kata dia dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (28/5).
Pendapat senada disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Menurut dia, dampak kenaikan bunga acuan ke penyaluran kredit dan laju ekonomi tidak instan. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa membuat kebijakan untuk meminimalkan dampaknya.
(Baca juga: Gubernur Baru BI Gelar RDG 30 Mei, Peluang Bunga Acuan Naik Lagi)
Kebijakan yang dimaksud misalnya efisiensi perbankan sehingga meski bunga acuan naik, namun bunga perbankan tidak lantas terkerek naik. Alhasil, sektor riil tidak terganggu dan laju ekonomi bisa terjaga. "Masih ada OJK di mikroprudensial-nya," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Wimboh Santoso mengatakan efisiensi operasional bisa terjadi di antaranya lantaran penggunaan teknologi, sehingga memungkinkan penerapan branchless banking. Alhasil, masih ada ruang untuk meredam kenaikan bunga perbankan.
"Kalau ada tekanan kenaikan bunga, ada room untuk meminimalkan dampak pass through ke nasabah sehingga nasabah, debitur tidak terlalu berat," ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengisyaratkan pemerintah tidak kontra terhadap kenaikan BI 7 Days Repo Rate. "Kalau dalam jangka pendek harus lakukan adjustment dan konsekuensinya pertumbuhan sedikit lebih rendah, itu konsekuensi yang harus diterima," ujar dia.
(Baca juga: RDG Tambahan BI Diprediksi untuk Kerek Bunga dan Antisipasi Fed Rate)
Namun, ia menyatakan pemerintah akan mengambil kebijakan yang dibutuhkan untuk menjaga laju ekonomi. Ia pun menambahkan, pertumbuhan ekonomi tidak hanya bersumber dari kebijakan makro, tapi juga fiskal, moneter, dan mikroprudensial.
Secara khusus, kebijakan reformasi struktural yang tengah digencarkan pemerintah diyakini bakal berdampak positif terhadap perekonomian. "Karena confident investasi, ekspor sangat ditentukan oleh competitiveness," kata dia.
BI memutuskan menaikkan BI 7 Days Repo Rate pada pertengahan Mei 2018 lalu, setelah sekian lama menerapkan bunga acuan rendah. Kenaikan tersebut dilakukan di tengah gejolak kurs rupiah seiring arus keluar dana asing dari pasar keuangan domestik. Hal itu dipicu ekspektasi kenaikan bunga acuan AS, Fed Fund Rate.
Dalam beberapa kesempatan, petinggi BI menyatakan pihaknya membuka ruang penyesuaian BI 7 Days Repo Rate untuk menjaga stabilitas makro ekonomi. Belakangan, Perry bahkan menyatakan kebijakan bunga acuan bakal lebih antisipastif alias ahead of the curve.
(Baca juga: Gubernur Baru BI Perry Warjiyo Janji Respons Bunga Acuan Lebih Cepat)
BI pun menjadwalkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan tambahan pada Rabu, 30 Mei 2018. RDG tersebut digelar menjelang rapat petinggi bank sentral Amerika Serikat (AS) pada 12-13 Juni mendatang. Banyak pihak memprediksi Fed Fund Rate bakal diputuskan naik lagi dalam rapat tersebut.