Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ada 15 bank berdampak sistemik (systemically important bank) pada April 2018. Jumlah tersebut bertambah empat bank dibandingkan posisi September 2017.
Menurut kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, penambahan bank sistemik karena ada kenaikan ukuran interkonektivitas antarbank. “Dan sudah koordinasi dengan Bank Indonesia,” kata Wimboh di Jakarta, Senin (30/4/2018). (Baca pula: Punya Aset Rp 79 Triliun, LPS Masih Bisa Tangani Krisis).
Untuk itu, OJK mewajibkan bank-bank sistemik tersebut untuk membuat rencana pemulihan atau recovery plan dalam menangkal krisis. Selain itu, OJK mengharuskan capital surcharge yang diterapkan secara gradual. Capital surcharge adalah tambahan modal untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan ekonomi ketika terjadi kegagalan bank sistemik.
Penetapan bank sistemik tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). UU tersebut menjelaskan bahwa OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk pemutakhiran daftar bank sistemik secara berkala setiap enam bulan sekali.
Dalam menetapkan bank berdampak sistemik, ada sejumlah pertimbangan yang dipakai oleh KSSK. Misalnya terkait besarnya ukuran (size) suatu bank, tingginya kompleksitas produk, dan besarnya interkoneksinya dengan industri keuangan. (Baca juga: KSSK: Sistem Keuangan Stabil, Satu Bank Keluar dari Kategori Sistemik).
Secara umum, Wimboh memastikan kondisi perbankan dalam kondisi yang baik. Adapun pada Maret ini, rata-rata rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan sebesar 22,67 persen. Sementara pertumbuhan kredit pada Februari lalu tercatat 8,22 persen dan naik lagi pada Maret kemarin menjadi 8,54 persen.
Adapun kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Maret (secara tahunan/yoy) sedikit turun dibanding Februari 2018. Secara berturut, pertumbuhannya masing-masing bulan 7,66 dan 8,44 persen. Menurut Wimboh, kondisi pertumbuhan DPK ini sangat fluktuatif namun trennya meningkat. Turunnya rasio DPK disebabkan oleh beberapa investor yang mengalihkan portofolio sahamnya ke obligasi.
(Lihat pula: BI dan OJK Ingatkan Bunga Tinggi Fintech Bisa Berdampak Sistemik).
Untuk rasio kredit seret atau non performing loan (NPL) pada Maret 2018 mengalami perbaikan secara bertahap. Pada Februari, rasio kredit seret tercatat 2,88 persen lalu turun menjadi 2,75 persen pada Maret. “Kami harapkan secara terus-menerus turun, karena proses konsolidasi dan proses restrukturisasi kredit di industri perbankan semakin lama semakin baik,” ujar Wimboh.
Sebelumnya, Wimboh menyatakan OJK juga terus memantau bank-bank yang tidak tergolong sistemik secara ketat, terutama yang mendekati sistemik, untuk mengantisipasi risikonya terhadap stabilitas sistem keuangan. “Bank-bank ini kami monitor meski tidak dalam kondisi sistemik. Kalau ada risiko bisa kami tangkap lebih dini.”