BI dan OJK Ingatkan Bunga Tinggi Fintech Bisa Berdampak Sistemik
Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali memperingatkan perusahaan-perusahaan financial technology (fintech) untuk mencari cara menekan suku bunga pinjaman. Suku bunga yang tinggi bisa menimbulkan masalah sistemik jika banyak debitur tidak mampu membayar.
"Kami di BI akan selalu jaga stabilitas sistem keuangan. Bunga yang terlalu tinggi itu juga berdampak ke stabilitas," ujar Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Susiati Dewi saat diskusi bertajuk 'Membedah Belantara Fintech' di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (14/3).
Ia menambahkan, bunga pinjaman yang terlalu tinggi berisiko menimbulkan gagal bayar. "Kami berkaca pada rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) seperti apa? Saya khawatirkan peer to peer lending ini dampaknya ke ekonomi," kata dia.
(Baca juga: Bila Ingin Bertahan, Harus Bekerja Sama dengan Fintech)
Ia pun mendorong fintech untuk meminimalisir pengeluaran, supaya biaya yang ditarik dari debitur atau fee bisa dikurangi. Ia mencatat, margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) perbankan rata-rata 4%, sedangkan peer to peer lending bisa mencapai 6%. Yang mana, tingginya NIM menunjukkan suku bunga kredit yang terlampau tinggi, namun efisiensinya rendah.
"Hal-hal seperti mekanisme perolehan data yang lebih efisien, kalau profil (debitur) sudah terbentuk, NIM bisa diturunkan lah," ujar dia.