Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat pertumbuhan utang pemerintah rata-rata pada periode 2015-2017 naik sebesar 14,81%. Namun, utang yang diklaim pemerintah digunakan untuk pembangunan infrastruktur, belum berhasil mendongkrak kegiatan ekonomi.
Peneliti INDEF M. Rizal Taufikurahman mengatakan pembiayaan infrastruktur belum memiliki dampak positif kepada produktivitas sektor jasa transportasi. Berdasarkan riset INDEF, produktivitas sektor angkutan kereta api, angkutan darat, angkutan laut, angkutan udara, dan jasa angkutan menunjukkan tren penurunan dalam jangka pendek.
Adapun, sektor yang pertumbuhannya terdongkrak justru tak berhubungan langsung dengan pembangunan infrastruktur. Rizal mengatakan, kebijakan infrastruktur berdampak positif terhadap industri makanan dan minuman, rokok, tambang non logam, semen, bahan bangunan non logam, dan properti.
"Itupun dengan porsi yang masih cukup kecil. Sedangkan multiplier effect dari pembangunan infrastruktur terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi ternyata belum terlihat secara signifikan," kata Rizal di kantornya, Jakarta, Rabu (21/3).
(Baca juga: Utang Luar Negeri RI Capai Rp 4.900 T, Utang Jangka Pendek Melejit)
Ekonom Faisal Basri mengatakan pembangunan infrastruktur penting, namun perlu diketahui jenis pembangunan yang cocok. Dia mencontohkan pembangunan jalan tol tidak mengurangi biaya logistik barang, hanya memudahkan arus mudik orang. "Yang diuntungkan angkutan darat dan angkutan penumpang, bukan angkutan barang," kata dia.
Penambahan utang juga tak sejalan dengan harapan menurunkan tingkat impor Indonesia. Sebab, realisasi impor sepanjang awal 2018 meningkat 25,68% dibandingkan pada tahun sebelumnya (year on year).
Sementara, nilai ekpor Indonesia justru melambat. Heri mengatakan, ekspor industri pengolahan pada Januari-Februari 2018 lebih rendah 19,2% dibandingkan tahun sebelumnya. "Impor merajalela, ekspor melempem. Padahal sudah dibantu depresiasi rupiah," kata Heri.
(Baca juga: Dua Rasio Utang Luar Negeri Indonesia Perlu Perbaikan)
Laju pertumbuhan utang pemerintah terus meningkat, hingga Februari 2018 mencapai Rp 4.034 triliun. INDEF mencatat, sejak 2015-2017 total utang pemerintah rata-rata naik sebesar 14,81%.
Pada 2015-2016, utang pemerintah naik dari Rp 3.165,13 triliun menjadi 3.515,46 triliun. Utang itu kemudian bertambah lagi pada 2017 menjadi Rp 3.938,45 triliun. Adapun, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2015-2016 hanya meningkat dari Rp 11.526,33 triliun ke Rp 12.406,77 triliun. PDB itu naik menjadi Rp 13.588 triliun pada 2017.
"Laju penambahan utang yang lebih kencang dari laju peningkatan output perekonomian ini akan semakin menggerogoti stabilitas perekonomian ke depan jika tidak segera dikendalikan.," kata peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus.
Heri menambahkan, kondisi ini semakin berbahaya karena porsi utang Indonesia didominasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ke luar negeri. Porsi SBN yang dimiliki asing sejak 2014 hingga Juni 2017 mencapai 39,5%.
"Hal ini perlu diwaspadai karena rentan terjadi capital outflow yang akan sangat berisiko bagi stabilitas perekonomian," kata Heri.