Mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah masih mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal tersebut seiring dengan menguatnya sentimen terhadap dolar AS menyusul peluang kenaikan bunga dana atau Fed Fund Rate lebih cepat dari ekspektasi.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah sempat menembus 13.817 per dolar AS di pasar spot. Sementara itu, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah berada di level 13.793 per dolar AS. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Januari 2016.
Pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS juga dialami banyak mata uang dunia lainnya. Di Asia, mata uang yang melemah selain rupiah, yaitu ringgit Malaysia, won Korea Selatan, Yuan Tiongkok, Yen Jepang, bhat Thailand, dolar Taiwan, dolar Singapura, dan dolar Hong Kong.
Adapun peluang kenaikan lebih cepat Fed Fund Rate disampaikan Gubernur bank sentral AS Jerome H. Powell. Menurut dia, hal itu seiring dengan perbaikan ekonomi di negara tersebut imbas pemangkasan pajak dan belanja pemerintah yang meningkat.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, pernyataan tersebut masih menjadi pemicu menguatnya sentimen terhadap dolar AS. “Masih sentimen speech-nya Jerome Powell,” kata dia kepada Katadata, Kamis (1/3).
Meski begitu, menurut dia, belum ada pembalikan modal asing besar-besarnya imbas penyataan itu. “Tidak juga, bursa sesi pagi masih naik,” ucapnya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 6.623 atau naik 0,39% pada sesi 1, meski asing mencatatkan penjualan bersih (nett foreign sell) sebesar Rp 141,27 miliar.
Pelemahan nilai tukar rupiah membuat transaksi jual dolar AS meningkat di money changer. Hal tersebut disampaikan pegawai money changer Dua Sisi cabang Senayan City, Zainuri. “Kebanyakan sih orang jual karena lagi tinggi,” kata dia Rabu (28/2) malam. Ia juga mengakui adanya sedikit kenaikan pengunjung.