Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan PT Pertamina (Persero) resmi melakukan integrasi data perpajakan. Lewat integrasi, Ditjen Pajak memperoleh akses terhadap data dan sistem informasi perseroan, termasuk data pembelian dan penjualan, pembayaran gaji, hingga transaksi dengan pihak ketiga. Selain itu, otomatisasi pelaksanaan kewajiban perpajakan.

Adapun otomatisasi pelaksanaan kewajiban perpajakan dilakukan melalui fasilitas elektronik seperti e-faktur, e-billing, dan e-filling. Selain itu, e-bupot atau bukti potong/pungut elektronik untuk pajak penghasilan (PPh). Dirjen Pajak dan Direktur Utama Pertamina pun telah menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama pengembangan aplikasi e-Bupot host-to-host dan e-Bupot web-based.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan integrasi data pajak ini sangat membantu kedua belah pihak. Apalagi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan kontributor besar penerimaan pajak. Pada 2017 lalu, BUMN berkontribusi sebesar Rp 166 triliun atau 15,6% dari total penerimaan pajak.

“Dengan sistem host-to-host ini, data real time bisa di-share antara Ditjen Pajak dan Pertamina," kata dia saat peresmian intergrasi data perpajakan antara Ditjen Pajak dan Pertamina di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/2). (Baca juga: Membedah Delapan Blok Migas yang Akan Mendongkrak Aset Pertamina)

Saat ini, Ditjen Pajak tengah mendorong kerja sama sejenis dengan delapan BUMN lainnya, yaitu PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (PGN) (Persero) Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk. Selain itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (BNI), dan PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk.

Namun, Sri Mulyani mengatakan Menteri BUMN Rini Soemarno menantang agar integrasi data dilakukan pada 30 BUMN tahun ini. "Saya harap bisa direspons oleh Ditjen Pajak," kata dia. (Baca juga: Ditjen Pajak Kebut Aplikasi Pelaporan Otomatis Data Nasabah)

Tantangan itu pun disanggupi Dirjen Pajak Robert Pakpahan. "Siap, satu-satu kan tidak sekaligus. Ini misalnya dikerjakan beberapa bulan. Harusnya pengalaman mengerjakan ini memudahkan kita untuk bekerja dengan BUMN yang lain," ucapnya.

Sejalan dengan Sri Mulyani, Robert memaparkan integrasi data antara Ditjen Pajak dengan BUMN bakal memudahkan kedua belah pihak. Selama ini, BUMN perlu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan ke kantor pajak. Selain itu, untuk transaksi jual-beli, BUMN melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bulanan.

Dengan adanya integrasi data, data yang dimaksud langsung masuk ke Ditjen Pajak. "Jadi kami tidak repot-repot lagi. Mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pelaporan, membantu kami lebih cepat dapat datanya sehingga kalau kami memeriksa, nanti tidak perlu minta mana data-data, mana buku," ucapnya.

Program integrasi data telah dibicarakan sejak Desember 2016. Sementara itu, sistemnya telah dipersiapkan sejak Januari 2017 dan uji coba sudah dilakukan pada Desember tahun yang sama. Sejauh ini Ditjen Pajak mengklaim hasil yang didapat dari integrasi data tersebut cukup menggembirakan.

Pada 2017, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak (WP) Besar Tiga yang mengadministrasikan perpajakan Pertamina telah mengirimkan data belanja periode 2014-2016 dengan nilai mencapai Rp 141 triliun kepada 330 KPP di seluruh Indonesia. Di awal tahun ini, KPP WP Besar Tiga juga telah mengirimkan data penjualan untuk tahun 2016 dengan nilai mencapai Rp 381 triliun ke 343 KPP di seluruh Indonesia. 

Kepala Kanwil Ditjen Pajak Wajib Pajak Besar Mekar Satria Utama mengatakan belum ada rencana untuk mewajibkan perusahaan swasta untuk mengikuti program integrasi data dengan instansinya. Namun, sudah ada beberapa perusahaan swasta yang mengunjungi Pertamina untuk mendiskusikan sistem tersebut. "Astra International, Astra Honda Motor dan Telkomsel mereka menjajaki," ucapnya.

Adapun integrasi data alias keterbukaan sukarela wajib pajak ini menandai dimulainya era baru kepatuhan pajak berbasis kerja sama antara otoritas dan pembayar pajak (cooperative compliance).