Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengusulkan agar pelaporan transaksi kartu kredit diberlakukan untuk seluruh kartu kredit berlimit di atas Rp 100 juta. Ini berbeda dengan rencana Kementerian Keuangan yaitu pelaporan untuk tagihan minimal Rp 1 miliar setahun.
“Lebih tepat jika ambang batas tidak didasarkan pada jumlah tagihan dalam setahun yang dapat fluktuatif, tetapi didasarkan pada limit tertentu pada kartu kredit. Kami mengusulkan seluruh kartu kredit dengan limit Rp 100 juta ke atas wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak,” kata Prastowo, Senin (5/2).
Limit Rp 100 juta dinilainya sudah cukup moderat untuk menyasar kelompok berpenghasilan menengah atas. Jika batasan terlalu tinggi maka dikhawatirkan tidak optimal dalam membantu intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. (Baca juga: Sri Mulyani: Tak Semua Transaksi Kartu Kredit Diintip Ditjen Pajak)
Menurut dia, usulan tersebut dimungkinkan lantaran data transaksi kartu kredit tidak termasuk dalam data/informasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Ditetapkan sebagai UU melalui UU Nomor 9 Tahun 2017). Maka itu, tidak perlu mengikuti aturan terkait UU tersebut, termasuk soal ambang batas Rp 1 miliar.
Selain itu, data kartu kredit bukan termasuk klasifikasi rahasia menurut UU Perbankan dan Perpajakan, sehingga untuk mendapatkannya tak perlu izin atau aturan khusus.
Adapun pelaporan data transaksi kartu kredit diperlukan untuk kepentingan profilling (membuat profil) wajib pajak melalui pendekatan konsumsi. “Hasil profiling dapat menjadi salah satu sarana meningkatkan basis pajak dan kepatuhan pajak melalui analisis yang memadai,” ucapnya.
Meski demikian, ia menyarankan agar pemerintah tidak buru-buru menerapkan ketentuan tersebut. Pemerintah sebagiknya membuat dulu sistem atau prosedur operasional atau tata cara pemanfaatan data yang jelas, mudah, dan akuntabel. Sebab, pelaksanaan yang terburu-buru dan tanpa persiapan akan memunculkan kekhawatiran yang tidak perlu.
“Persepsi dan kekhawatiran yg muncul harus diantisipasi karena dapat memicu penurunan penggunaan kartu kredit dan pada gilirannya dapat merugikan perekonomian nasional,” kata dia.