Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai setidaknya 5,8-6,1% pada tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi bahkan bisa lebih tinggi dari prediksi tersebut jika pemerintah terus melakukan reformasi struktural di berbagai bidang.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo memaparkan, pertumbuhan ekonomi diprediksi mencapai 5,05% tahun ini, lalu berpeluang naik menjadi 5,4% pada 2018. Kemudian, naik menjadi 5,6% pada 2019 dan 5,8% di dua tahun berikutnya. Pada 2022, ekonomi pun bisa tumbuh 6,1%.
“(Tapi) kalau Indonesia terus melakukan reformasi struktural di sektor riil, fiskal, dan moneter dan beri perhatian kepada reformasi di infrastruktur, institusi, human capital, dan inovasi, Indonesia akan punya pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dari pada baseline tadi," kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Kamis (28/12). (Baca juga: Tangkal Dampak Pemotongan Pajak di AS, Sri Mulyani Tinjau Tarif Pajak)
Menurut dia, dengan reformasi struktural, maka ketika ekspor terus meningkat, impor semestinya berkurang karena bahan baku dan barang modal bisa disediakan di dalam negeri. Alhasil, defisit neraca transaksi berjalan bisa dikurangi dan stabilitas ekonomi terjaga. (Baca juga: Batik Tembus Pasar Amerika dan Eropa, Ekspor Capai US$ 51 Juta)
Agus memprediksi, defisit transaksi berjalan bisa mengecil menjadi di bawah 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2022. "Kalau di 2018 perkiraan itu ada di bawah atau antara 2-2,5 % dari PDB, selanjutnya sampai di 2022 itu sudah tidak lebih dari 2 % dari PDB," kata dia.
Lebih jauh, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menekankan, pemerintah juga harus gencar melakukan diversifikasi produk ekspor. Dengan begitu, jika harga komoditas Sumber Daya Alam (SDA) yang jadi andalan Indonesia kembali mengalami penurunan, Indonesia bisa mengandalkan produk ekspor lainnya. Dengan begitu, ekonomi bisa tetap tumbuh baik dan neraca dagang terjaga.
Selain itu, ia mendorong pemerintah meningkatkan sektor pariwisata. Dengan begitu, surplus neraca jasa bisa meningkat. "Pemerintah sudah address sektor jasa terkait pariwisata yang masuk ke dalam negeri itu sudah gross-nya kalau tidak salah US$ 11-12 miliar tapi nett-nya sekitar US$ 3-4 miliar karena (banyaknya) orang Indonesia ke luar negeri," ucapnya.