Risiko Kecil, Investor Disarankan Tetap Berinvestasi di Tahun Politik

Donang Wahyu | KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
21/11/2017, 17.38 WIB

Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri dan Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi menilai risiko investasi pada tahun politik di Indonesia terbilang kecil. Karena itu, keduanya menganjurkan para pemodal untuk tetap berinvestasi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) juga Pemilihan Presiden (Pilpres), 2018-2019.

Chatib menyatakan, ada kecenderungan pelaku bisnis untuk menahan diri dari rencana ekspansi. “Di situasi uncertainty (dengan adanya Pilkada dan Pilpres), orang akan cenderung memilih pegang cash,” ujarnya saat acara DBS Asian Insight Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (21/11).

Hanya, menghadapi Pilkada dan Pilpres dalam dua tahun ke depan, ia menyarankan agar para pebisnis berinvestasi sejak dini. Bukan hanya karena  proses demokrasi di Indonesia yang selalu berjalan stabil, tetapi juga karena prospek pertumbuhan ekonomi yang membaik.

Pada 2019, menurut Chatib, semestinya Indonesia sudah bisa menikmati hasil dari pembangunan infrastruktur yang gencar dibangun sejak 2015. “2019 itu prospeknya lebih bagus. Menurut saya, ini kesempatan yang baik untuk investasi ketika orang (lain) belum melihat (prospek) itu,” kata dia.

(Baca juga: Suhu Politik Menghangat, Pemerintah Sengaja Buat APBN 2018 Konservatif)

Senada dengan Chatib, Gundy juga memandang kekhawatiran akan terjadinya gejolak ekonomi pada pesta demokrasi semestinya tak menjadi alasan pelaku bisnis menahan diri. Sebab secara fundamental, ekonomi Indonesia masih dalam koridor yang positif.

Rupiah, misalnya, stabil di kisaran Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Inflasi juga terjaga di sekitar 3-3,5 persen. Begitu juga dengan defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) yang terjaga rendah di bawah 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Political risk di Indonesia termasuk rendah,” tutur Gundy. Ia menambahkan, “Political risk rendah. Ini kondisinya favourable.”

Secara umum, Executive Director of Indonesian Politic Indicator and Research Institution Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, ada beberapa faktor yang akan memengaruhi proses pemilihan presiden.

Salah satunya, kemungkinan Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi atas aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20%. Jika dikabulkan, maka calon presiden berpeluang lebih dari dua kandidat. Dengan demikian, ia menduga proses Pilpres tak akan selesai dalam satu putaran. Dalam kondisi ini, menurut dia peluang bagi Presiden Joko Widodo untuk terpilih lagi akan berkurang.

(Baca juga: Jokowi: Elite Politik Tak Memberi Pendidikan yang Baik)

Selain itu, elektabilitas Joko Widodo pada 2019 disebutnya masih lebih rendah dibanding Susilo Bambang Yudhoyono saat akan mencalonkan lagi di 2009. “Karena dia (SBY) didukung banyak kalangan. Kalau sekarang, dia (Jokowi) kurang dukungan dari kelompok muslim,” kata Burhanuddin.