Lebih Rendah dari Pemerintah, BI Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 5,3%

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam seminar di Jakarta, Kamis (27/7).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yuliawati
16/8/2017, 20.05 WIB

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% dalam RAPBN 2018, namun Bank Indonesia (BI) memandang ekonomi hanya mampu tumbuh 5,3% di 2018. Gubernur BI Agus DW. Martowarojo menyatakan, kondisi saat ini hanya memungkinkan ekonomi tumbuh 5,3%.

"Saat pembahasan di DPR (nanti) kami akan sampaikan, sekarang ini kami lihat 5,1-5,5% jadi tengahnya 5,3%. Tapi kami nanti bisa bicarakan itu," kata dia usai menghadiri Sidang Tahunan Rancangan APBN 2018 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (16/8).

Agus menyatakan target inflasi sebesar 3,5% nilai tukar rupiah Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat (AS) sudah sejalan dengan proyeksi BI. Namun untuk harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang ditetapkan sebesar US$ 48 per barel, menurut dia tahun depan justru bisa mencapai US$ 52 per barel.

Baca juga: Jokowi Janji akan Fokus pada Pemerataan Ekonomi dan Keadilan Sosial)

Agus mengapresiasi defisit anggaran yang diproyeksi sebesar Rp 325,94 triliun atau 2,19 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Perkiraan tersebut lebih rendah dibanding tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 397,24 triliun atau 2,97 persen dari PDB.

Begitu juga dengan tingkat keseimbangan primer tahun depan yang direncanakan menurun dari perkiraan sebesar minus Rp 144,3 triliun tahun ini menjadi minus Rp 78,4 triliun.

"Itu sejalan secara bertahap akan dibuat fiskal yang lebih sehat. Primary balance yang tadinya ada di atas Rp 100 triliun, nanti akan ada di bawah itu. Itu juga buat kesehatan fiskal yang lebih baik," tutur Agus.

(Baca juga: Defisit Anggaran 2,19%, Inilah Postur RAPBN 2018)

Sebelumnya, Kepala Ekonom SKHA Consulting Eric Sugandi menjelaskan, perhelatan ASEAN Games dan pelaksanaan Annual Meeting Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF)-Bank Dunia memang bisa memberi andil bagi konsumsi rumah tangga. Sebab akan ada banyak turis yang hadir di Indonesia.

“ASEAN Games dampaknya positif terhadap pertumbuhan ekonomi 2018, tapi tidak lama. Kan, pembangunan sarana dan prasarana ASEAN Games sudah mulai dicicil sejak tahun lalu,” ujar dia kepada Katadata.

Maka dari itu, serupa dengan pemerintah ia memperkirakan konsumsi rumah tangga bisa tumbuh 5,4%. Namun demikian, dampaknya tidak akan berlangsung lama. Begitu ASEAN Games ataupun Annual Meeting IMF-Bank Dunia selesai, maka dampak pertumbuhan konsumsi berangsur hilang.

Kemudian dari sisi investasi, pemerintah menargetkan tumbuh hingga 8%. Eric mengatakan, investasi berpeluang tumbuh 5-8% di 2018. (Baca: Pemerintah Target Penerimaan Negara Naik Rp 142 Triliun di 2018)

Faktor pendorongnya, karena suku bunga kredit yang mulai kondusif. Konsumsi rumah tangga yang kuat, sehingga mempertahankan permintaan. Meningkatnya kepercayaan investor pasca naiknya peringkat utang Indonesia dari lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P)

“Selain juga karena kenaikan harga komoditas, itu akan mendorong investasi. Kisarannya bisa lima sampai delapan persen,” tutur dia.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2018, hanya 5,3%. Itu pun tergantung pada seberapa besar hasil investasi pemerintah mendorong keinginaan berinvestasi swasta.

“Paling (maksimal) 5,4% masih bisa, kami sih proyeksi 5,3%," kata dia. (Baca: Utang untuk Tutup Defisit, Cadangan Devisa Cetak Rekor US$ 127 Miliar)

Anton berharap, S&P bukan hanya menaikkan rating utang pemerintah tetapi juga korporasinya. Dengan demikian, korporasi bisa menambah pembiayaan melalui pasar modal dengan biaya yang rendah. Baru kemudian minat ekspansi itu timbul.

“Karena biaya dana (cost of fund) turun, jadi mereka bisa manfaatkan untuk ekspansi. Tapi butuh perjalanan yang agak jauh sih,” ujar dia.

Anton mengatakan yang menjadi penahan ekonomi tumbuh lebih tinggi di 2018, adalah perekonomian Cina yang masih melambat. Selain itu sikap Presiden AS Donald Trump juga masih menimbulkan ketidakpastian.