Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menggunakan dana mendesak untuk membiayai kekurangan dana sertifikasi lahan tahun ini. Pasalnya dari total 5 juta persil atau bidang tanah yang akan disertifikasi tahun ini, hanya 2 juta yang mampu dibiayai.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan sebelum September tahun ini, pihaknya harus menyiapkan dana untuk membiayai 3 juta bidang tanah sisanya atau sekitar Rp 3,6 triliun. Rencananya anggaran ini akan menggunakan dana kebutuhan mendesak.
"Dari (anggaran) Bendahara Umum Negara (BUN) yang memang untuk kegiatan yang urgent-urgent," usai menghadiri upacara Hari Kebangkitan Nasional di kantornya, Jakarta, Senin (22/5). (Baca: Biaya Sertifikasi 3 Juta Tanah Senilai Rp 3,6 Triliun dari Luar APBN)
Meski begitu, rencana ini masih harus didiskusikan lebih dulu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Bila disetujui, hal ini akan ditetapkan mekanisme penyalurannya. Kemungkinan rencana ini akan diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP).
Askolani juga mengatakan besaran angka kekurangan pembiayaanya juga belum secara pasti ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Ini masih direview lagi, setelah itu baru minta approval Menkeu," kata dia.
Sebelumnya Menteri Agraria dam Tata Ruang (ATR) Sofyan A. Djalil menjelaskan sertifikasi dua juta lahan sudah mendapat pendanaan. Program sertifikasi ini dibiayai dari tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana produk, dan dana insentif dari masyarakat sendiri.
Meski demikian, dia mengaku belum menghitung secara pasti besaran pendanaan yang harus dibiayai melalui APBN Perubahan di 2017 ini. Dana untuk program sertifikasi 5 juta lahan ini juga tidak sepenuhnya menggunakan APBN. Adapun total kebutuhan dana untuk mensertifikasi 5 juta bidang tanah mencapai lebih dari Rp 5 triliun. (Baca: Kemenkeu Cari Rp 3,6 Triliun untuk Tambal Biaya Sertifikasi Lahan)
Menurut Sofyan, kepastian pendanaan itu harus ditentukan dengan cepat, mengingat proses sertifikasi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Ada empat tahap yang harus dilalui, diantaranya pemetaan, pengaturan, pendaftaran, baru kemudian disertifikasi. Maka dari itu, akan menyulitkan jika harus menunggu APBN-P yang baru berlangsung pada September 2017.
"Kalau misalnya uang baru datang September, maka sangat terlambat. Berarti kami harus sudah yakinkan ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Darmin Nasution) dan Menkeu, bahwa kami butuh dana lebih awal. Maka Menkeu sudah punya komitmen," ujar Sofyan.
Darmin pun pernah menyebutkan APBN hanya mampu membiayai sertifikasi dua juta bidang tanah senilai Rp 1,4 triliun. Sedangkan kekurangannya, pemerintah harus menunggu APBN-P 2017. Masalahnya pembahasan perubahan anggaran membutuhkan waktu yang lama, sehingga sudah terlambat untuk bisa melegalkan lahan.
(Baca: Bagi-bagi Sertifikat, Jokowi Kenang Masa 9 Tahun Kontrak Rumah)
Karena itu, Kementerian Keuangan akan mencari jalan keluar guna membiayai kekurangan pendanaan sertifikasi lahan ini. "Tiga juta sertifikat lagi rencananya ada di APBN-P. Tapi kalau tunggu APBN-P nya terlambat karena persiapannya lama. Kementeri Keuangan sebut akan cari jalan agar target lima juta sertifikat tercapai," kata dia.