Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 mendatang akan mencapai 5,6 persen. Faktor yang diharapkan menjadi penopang pertumbuhan itu adalah membaiknya harga komoditas serta iklim invetasi.
“Pertumbuhan ekonomi 2018 diharapkan dapat mencapai kisaran 5,4 hingga 6,1 persen, atau pada titik 5,6 persen,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Rabu (26/4).
Bambang memprediksi bahwa tahun depan siklus ekonomi dunia akan membaik. Dengan demikian, harga komoditas dan investasi diharapkan sama-sama naik. "Jadi ada peluang bagi negara seperti Indonesia untuk memperbaiki kondisi," ujarnya.
(Baca juga: Meski BI Pesimis, Darmin Yakin Ekonomi Kuartal I Tumbuh 5 Persen)
Bambang mengatakan dalam mengejar target tersebut, pemerintah akan berfokus kepada pertumbuhan enam sektor yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Keenam sektor ini adalah industri pengolahan non migas, perdagangan, pertanian, konstruksi, jasa keuangan, serta informasi dan komunikasi.
Bambang juga menjelaskan pemerintah akan secara selektif fokus pada proyek pendorong produktivitas serta meningkatkan kegiatan sektor swasta di bidang logistik serta transportasi.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2000-2018E
Sedangkan wilayah yang menjadi fokus adalah kawasan pariwisata, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), serta kawasan industri. "Ini menurut kami adalah kawasan dengan leverage atau daya ungkit apabila bisa dikembangkan," kata Bambang.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani akan bekerja sama dengan Bappenas dalam penyusunan anggaran sehingga dapat benar-benar masuk ke program prioritas. Dia juga mengatakan untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) akan segera disesuaikan dengan prioritas nasional agar daerah dapat mengejar ketertinggalannya apabila ada program yang belum berjalan.
"Ini selain Dana Alokasi Umum (DAU) yang sepenuhnya masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," katanya.
(Baca juga: Bidik Peringkat Layak Investasi, Sri Mulyani Temui Lagi S&P)