Bank Indonesia tak mempersoalkan keputusan Standard and Poor's Financial Services LLC (S&P) nantinya terhadap peringkat kredit luar negeri Indonesia. Meskipun lembaga pemeringkat internasional tersebut tengah berkunjung dan menganalisa kondisi ekonomi Indonesia. Bahkan, jika keputusannya tidak menaikkan peringkat Indonesia ke level layak investasi (investment grade).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sudah sangat positif. Penilaian itu datang dari para investor, yang terlihat dari turunnya imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN). Artinya, investor masih sangat meminati surat utang Indonesia sehingga harganya naik dan imbal hasilnya turun.
(Baca: Darmin: S&P Terlambat 6 Tahun Naikkan Peringkat Indonesia)
Karena itu, S&P sudah selayaknya menaikkan peringkat kredit Indonesia pada Juni mendatang. Sebab, saat ini S&P merupakan satu-satunya lembaga yang masih menempatkan peringkat Indonesia di bawah level investment grade.
Namun, kalau ternyata keputusan S&P tersebut tidak sesuai ekspektasi, Mirza mengaku tidak mempermasalahkannya. Sebab, persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia sudah positif. "Yaa... tidak apa-apa (kalau tidak naik)," katanya di Jakarta, Jumat (24/3).
Lebih lanjut, Mirza mengungkapkan, banyak investor besar yang sudah mengirim analisnya ke Indonesia. Hasilnya, surat utang Indonesia tetap diminati oleh investor. Penerbitan SBN pun selalu diminati, bahkan kelebihan permintaan (oversubscribed).
(Baca: Sri Mulyani: Kondisi Ekonomi Penuhi Syarat Kenaikan Peringkat dari S&P)
Menurut dia, kondisi ini sudah menunjukkan persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia positif. Bahkan, Credit Default Swap (CDS) juga menunjukkan penurunan. CDS merupakan alat ukur risiko investasi di suatu negara. "CDS Indonesia itu juga menunjukkan persepsi, juga membaik. Jadi itulah yang sebenarnya kenapa kami lihat situasi pasar surat utang juga baik," ujarnya.
Selain menemui BI pada hari ini, perwakilan S&P juga sudah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Darmin menyatakan, S&P memang setiap tahun datang ke Indonesia untuk menemui pejabat pemerintah dan melakukan penilaian terhadap perekonomian negara ini.
(Baca: Indonesia Berpeluang Segera Raih Peringkat Layak Investasi dari S&P)
Meski begitu, hingga saat ini S&P belum menyematkan peringkat layak investasi kepada Indonesia. Bandingkan dengan dua lembaga pemeringkat lainnya yaitu Moody's Investors Service dan Fitch Ratings, yang sejak lebih setahun terakhir telah memberikan peringkat investment grade kepada Indonesia.
Karena itu, Darmin menyatakan, sebenarnya tidak ada lagi alasan bagi S&P untuk menyematkan status tersebut. "Sudah berlebihan kalau S&P tidak menaikkan. Sudah terlambat enam tahun," katanya di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/3).