Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution merasa kesal dan mempertanyakan data ketimpangan hasil kajian lembaga swadaya masyarakat (LSM) Oxfam dan International NGO Forum on Indonesia Development (lNFlD). Data itu meragukan karena menyatakan aset empat orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta orang termiskin.
Darmin lebih percaya jika yang dimaksud kedua lembaga tersebut bahwa aset satu persen penduduk terkaya setara dengan 100 juta atau 40 persen penduduk termiskin Indonesia. Hal itu sesuai dengam koefisien gini yang mencapai 0,39 persen pada tahun lalu. Namun, ia meragukan data Oxfam bahwa kekayaan empat orang Indonesia setara dengan 100 juta orang termiskin.
"Ya kalau dikatakan satu persen penduduk (terkaya) Indonesia menguasai 40 persen (kekayaan penduduk termiskin), ya mungkin itu. Tapi kalau dibilang empat orang menguasai 100 juta penduduk termiskin, itu bertentangan dengan angka (koefisien gini) yang diinikan sendiri," ujar Darmin di Jakarta, Jumat (24/2).
Data Oxfam mengenai harta orang terkaya sebetulnya diambil dari daftar orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Dalam daftar tersebut, R. Budi Hartono berada di tempat teratas dengan kekayaan US$ 8,1 miliar, diikuti Michael Hartono sebesar US$ 7,9 miliar; Chairul Tanjung US$ 4,9 miliar, dan Sri Prakash Lohia US$ 4,2 miliar.
Meski begitu, belum terang hitung-hitungan Oxfam yang menyebut jumlah kekayaan keempatnya melebihi kekayaan 100 juta orang termiskin di Indonesia. Darmin pun menekankan, harus ada klarifikasi soal data tersebut. “Datanya kok gawat benar." (Baca juga: Oxfam: Harta 4 Orang Terkaya Indonesia Setara 100 Juta Orang Miskin)
Namun, terlepas dari perdebatan soal data Oxfam, Darmin mengakui tingkat ketimpangan masih tinggi. “Ketimpangan memang memburuk. Siapa bilang enggak? Walaupun setahun terakhir tidak buruk dong,” kata dia.
Mengacu pada data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), koefisien gini memang membaik setahun terakhir. Pada September 2016, angka rasio gini Indonesia tercatat 0,394 atau turun 0,014 dari Maret 2015 yang sebesar sebesar 0,408.
Koefisien gini adalah indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan. Adapun perhitungan koefisien gini di Indonesia menggunakan data pengeluaran penduduk. (Baca juga: Ketimpangan September 2016 Turun, BPS: Lebih Dinikmati Kelas Menengah)
Guna menekan koefisien gini, Darmin mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang tengah dikembangkan yakni kebijakan ekonomi berkeadilan yang mencakup 10 sektor sasaran pemerataan.
Ke-10 sektor yang dimaksud yaitu reforma agraria; pertanian; perkebunan; masyarakat miskin perkotaan dan perumahan terjangkau; nelayan dan budidaya rumput laut; sistem pajak berkeadilan; manufaktur dan teknologi informasi dan komunikasi; pembiayaan dan anggaran pemerintah; vokasi; kewirausahaan dan pasar tenaga kerja; serta ritel dan pasar.