Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW. Martowardojo mengungkapkan, Indonesia sebenarnya menghadapi potensi krisis pada tahun lalu lantaran banyaknya tekanan ekonomi dari eksternal. Namun, potensi krisis tersebut dapat diantisipasi dengan adanya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Menurut Agus, beleid tersebut telah membantu otoritas keuangan dalam mengambil kebijakan guna menjaga stabilitas sistem keuangan. "Kami sama-sama tahu kebutuhan untuk memiliki UU ini sejak tantangan di 1997-1998 dan 2008-2009, maka setelah ada UU ini kami bisa lalui 2016 dengan baik," katanya saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (22/2).
Ia memaparkan, Indonesia menghadapi tingginya ketidakpastian global sepanjang tahun lalu. Ketidakpastian tersebut imbas dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Britain Exit/Brexit) dan kenaikan suku bunga dana Amerika Serikat (AS) Fed Fund Rate.
Pada pertengahan November tahun lalu, dunia juga disibukkan dengan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) AS yang menetapkan Donald Trump sebagai presiden. Hasil Pilpres AS tersebut menambah ketidakpastian lantaran kebijakan Trump yang cenderung proteksionis.
"Betul kami bisa lalui krisis yang besar. Ketika Pilpres AS, Trump terpilih pertengahan November (2016) ada tekanan luar biasa, tapi Indonesia bisa keluar (dari tekanan itu). Itu karena ada UU PPKSK," kata Agus. (Baca juga: Terancam Picu Krisis Baru, Yunani Cari Dana Segar Rp 98 Triliun)
Selain adanya undang-undang yang jadi acuan pencegahan krisis, perekonomian domestik juga tertolong oleh stabilitas ekonomi di dalam negeri. Stabilitas tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,02 persen tahun lalu.
Selain itu, inflasi terjaga di level 3,02 persen dan nilai tukar rupiah terapresiasi 2,3 persen sepanjang tahun lalu. Cadangan devisa (cadev) juga tercatat meningkat dari US$ 105 miliar di 2015 menjadi US$ 116 miliar tahun lalu.
Ketahanan ekonomi Indonesia tersebut telah membuat lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service menaikkan prospek peringkat utang luar negeri (ULN) Indonesia dari “stabil” menjadi “positif”. Dalam kajiannya, Moody's menyampaikan bahwa kerentanan sektor eksternal menurun dan perbaikan kelembagaan melalui reformasi struktural telah meningkatkan efektivitas kebijakan.
(Baca juga: Dipanggil Jokowi, Darmin Yakin Ekonomi Bisa Tumbuh Sampai 5,8 Persen)
Meski demikian, ia berharap seluruh otoritas di Indonesia terus berjaga-jaga. Sebab, krisis bisa datang kapan saja. Maka itu, ia pun menekankan pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan dan fundamental ekonomi secara keseluruhan. "Kalau kami tidak alami krisis kami mohon tetap lakukan assesment (penilaian) bahwa krisis itu setiap saat bisa datang," kata dia.