Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perekonomian Indonesia masih terancam imbas ekonomi dunia yang tetap melambat pada tahun ini. Hal ini diungkapkannya saat rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR hari ini.
Menurutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan ekonomi dunia tahun ini. Faktor-faktor ini antara lain melambatnya perekonomian Cina yang berdampak besar pada perekonomian dunia. Kemudian keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit dan kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
(Baca: Jokowi, Trump dan Optimisme di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global)
Dia menjelaskan jika Trump menerapkan strategi yang protektif, seperti yang pernah disebut saat kampanyenya, maka akan menyulitkan perusahaan-perusahaan AS relokasi ke luar negeri. Kebijakan proteksionisme juga identik dengan pemberian tarif besar bagi barang impor ke AS. Hal ini akan mempengaruhi ekspor negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Masalahnya akan berlanjut apabila ekonomi AS terpacu. Biasanya ini akan diikuti inflasi yang tinggi yang akhirnya membuat bank sentral AS, The Fed, menaikkan tingkat suku bunga acuannya. Ini juga akan menjadi persoalan tersendiri mengingat pada tahun ini kemungkinan tiga kali bank sentral AS menaikkan suku bunganya.
"Kemungkinan (kenaikan suku bunga The Fed) akan terealisasi," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Rabu (18/1).
Adapun perlambatan ekonomi China juga dipastikan akan membuat permintaan barang asal Indonesia menurun. Faktor perdagangan internasional lain adalah Brexit, di mana Inggris dan Uni Eropa masih menentukan proses ini bisa cepat atau bahkan lama.
Dengan adanya faktor-faktor ini, kata Sri, beberapa lembaga internasional memperkirakan akan ada revisi pertumbuhan ekonomi dunia, dari 3,7 persen menjadi 3,4 persen. Meski begitu, pemerintah masih yakin target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,1 persen bisa tercapai. "Jadi tetap kami optimistis, namun berhati-hati," ujarnya.
(Baca: Bank Dunia Puji APBN, Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 5,3 Persen)
Dia mengaku masih melihat banyak lembaga internasional memasang proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada angka yang sesuai dengan ramalan pemerintah dan Bank Indonesia. Bahkan Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini mencapai 5,3 persen dan lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings memperkirakan 5,4 persen. Adapun Asian Development Bank (ADB) memperkirakan sama dengan target APBN, yakni 5,1 persen.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sebelumnya mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini banyak dipengaruhi kebijakan proteksionis Trump yang bisa menekan ekspor Indonesia. Meski porsi ekspor ke Amerika hanya 10-11 persen, Indonesia tetap terkena dampak tidak langsung dari mitra dagang utamanya yaitu Cina. Sebab, ekspor Cina ke AS cukup besar.
(Baca juga: Investor Lebih Percaya, Awal 2017 Dana Asing Masuk Rp 9 Triliun)
Di sisi lain, BI melihat kondisi di dalam negeri lebih baik. Investasi diperkirakan akan meningkat pada akhir kuartal II. Peningkatan investasi itu terutama pada sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan. Pertumbuhan ekonomi 2016 yang mulai membaik, akan berpengaruh pada pertumbuhan tahun ini.
“Pertumbuhan kredit itu yang relatif baru betul-betul siap recovery (pulih) itu di akhir kuartal II (2017),” ujar Agus.