Optimisme konsumen terhadap perekonomian meningkat pada Oktober lalu. Hal tersebut tampak dari hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia (BI).
BI melaporkan, indeks keyakinan konsumen (IKK) naik 6,8 poin menjadi 116,8. Peningkatan indeks tersebut didorong oleh kenaikan dua indeks, yaitu indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi konsumen (IEK).
Indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) naik 7,2 poin menjadi 103,2. Indeks tersebut menggambarkan keyakinan konsumen terhadap perekonomian pada Oktober lalu. Indeks yang bergerak ke atas 100, menunjukkan konsumen yang semula pesimistis berubah menjadi optimistis dalam memandang perekonomian.
Salah satu penyebab optimisme konsumen adalah menilai penyerapan tenaga kerja membaik. Hal ini tercermin dari indeks ketersediaan lapangan kerja yang meningkat 9,5 poin menjadi 89. Meski begitu, posisi indeks masih menunjukkan pesimisme konsumen. (Baca juga: Menteri Bambang: Bahaya Pengangguran 2000-2004 Bisa Terulang)
Kenaikan IKE juga didorong oleh indeks ketepatan waktu pembelian barang yang naik 9,5 poin menjadi 101,6. Selain itu, ada juga dorongan dari indeks penghasilan yang meningkat 2,6 poin menjadi 119,1.
Di sisi lain, indeks ekspektasi konsumen (IEK) juga tercatat menanjak 6,4 poin menjadi 130,4. Indeks tersebut menggambarkan optimisme konsumen terhadap perekonomian hingga enam bulan ke depan.
Peningkatan IEK terjadi karena konsumen memproyeksi penyerapan tenaga kerja akan meningkat ke depan. Hal tersebut tercermin dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang naik 9,8 poin menjadi 114,5. Selain itu, indeks ekspektasi kegiatan usaha dan indeks ekspektasi penghasilan ke depan juga menanjak masing-masing 7,9 dan 1,6 poin menjadi 136,2 dan 140,5.
Yang menarik, secara keseluruhan, peningkatan indeks keyakinan konsumen (IKK) tertinggi terjadi pada konsumen dengan tingkat pengeluaran yang relatif kecil. “Peningkatan IKK tertinggi terjadi pada kelompok responden dengan tingkat pengeluaran Rp 2-3 juta per bulan,” demikian tertulis dalam laporan BI terkait survei konsumen yang dilansir pada Jumat (4/11).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kenaikan indeks ketersediaan lapangan kerja didorong oleh ekspektasi pemulihan ekonomi dalam negeri yang diharapkan berlanjut hingga tahun depan. Sebab, perbaikan ekonomi berimplikasi pada permintaan tenaga kerja.
Selain ketersediaan lapangan kerja, pembelian barang tahan lama (durable goods) juga meningkat, khususnya pembelian produk otomotif, barang modal, properti dan peralatan rumah tangga. Hal itu karena inflasi yang terkendali.
"Karena itu, willingness to pay konsumen untuk membeli barang-barang yang sifatnya sekunder atau tersier seperti durable goods juga semakin meningkat dan diduga juga karena faktor musiman natal dan tahun baru," kata dia kepada Katadata.
Hasil survei konsumen juga menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi menurun. Konsumen memperkirakan tekanan harga mengalami perlambatan pada Januari 2017. Hal ini terindikasi dari indeks ekspektasi harga yang turun sebesar 3,1 poin.
“Perlambatan kenaikan harga diperkirakan terjadi pada hampir seluruh kelompok komoditas,” demikian laporan BI. Perlambatan kenaikan harga terbesar diproyeksi konsumen terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau, dan bahan makanan.
(Baca juga: Bank Dunia: Inflasi Rendah dan Bantuan Tunai Tekan Angka Kemiskinan)
Survei konsumen itu juga mencatat, kondisi keuangan konsumen saat ini. Porsi pembayaran cicilan pinjaman terhadap pendapatan (debt to income ratio) dan porsi tabungan terhadap pendapatan (savings to income ratio) turun 0,3 persen dan 0,5 persen dibanding September. Sementara itu, porsi pendapatan responden untuk konsumsi (average propensity to consumen ratio) turun 0,6 persen.