Bank Indonesia (BI) memperkirakan angka inflasi pada Agustus ini rendah, bahkan berpeluang deflasi. Kondisi ini semakin membuka peluang bank sentral memangkas suku bunga acuan. Ekonom juga mendesak BI untuk segera menurunkan suku bunga.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, hasil survei BI hingga pekan ketiga Agustus menunjukkan terjadinya deflasi sebesar 0,06 persen. “Terkait inflasi, cukup baik ini sudah minggu ketiga masih deflasi 0,06 persen. Jadi saya rasa itu kabar yang baik, nanti di-update lagi lebih jauh,” katanya di Jakarta, Senin (22/8).
Menurut dia, tingkat inflasi saban tahun biasanya cenderung menurun setelah momen bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, pasca inflasi tinggi sepanjang Ramadan lazimnya perkembangan harga lebih rendah. Apalagi, inflasi pada puasa tahun ini tergolong rendah yaitu di kisaran 0,66-0,69 persen.
“Setelah lebaran itu sudah mulai turun harga, sehingga sampai Agustus tampaknya perkembangan harga masih deflasi,” ujar Mirza, di tempat yang sama. (Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi)
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juli sebesar 0,69 persen. Ini inflasi Juli terendah sepanjang lima tahun terakhir. Sedangkan inflasi secara tahunan per Juli lalu (year on year) sebesar 3,21 persen.
Melihat kondisi tersebut, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan berpandangan semestinya ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Repo semakin terbuka. Selain didukung tren inflasi yang rendah, dia menghitung ruang pemangkasan suku bunga acuan masih ada sekitar 0,5 persen hingga akhir tahun nanti.
Secara detail, Anton menghitung, jika ekspektasi inflasi berada di bawah empat persen sampai akhir tahun ini dengan terjaganya tarif dasar listrik (TDL), maka ada ruang penurunan BI 7-Days Repo sebesar 0,5 persen. Tetapi jika inflasi lebih dari empat persen, ruang pelonggaran moneter hanya sebesar 0,25 persen.
“Ini saya terus terang saja, gemes banget. Apa yang menghambat (penurunan suku bunga). Semua risiko itu sudah dihitung, harusnya sudah mulai dipangkas dari bulan lalu, tapi belum juga sampai sekarang. Seharusnya (BI) lebih berani lagi,” ujar Anton. (Baca: Pakai Suku Bunga Acuan Baru, BI Tahan BI 7-Days Repo)
Sementara itu, langkah pemerintah memangkas anggaran belanja sebesar Rp 133,8 triliun juga memberikan ruang tambahan bagi BI untuk memangkas suku bunga. Kebijakan penurunan suku bunga itu penting dilakukan untuk meredam dampak negatif dari pemangkasan anggaran yang akan menahan laju pertumbuhan ekonomi.
“September harusnya ada potensi pemangkasan (bunga) 0,25 persen. Sampai Desember 2016 ruang pemangkasan bisa 0,5-0,75 persen,” kata Anton. (Baca: Anggaran Dipotong, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi)
Rapat Dewan Gubernur BI pada pekan lalu memutuskan, mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo sebesar 5,25 persen. Ini merupakan suku bunga acuan baru yang resmi dipakai BI menggantikan BI rate mulai medio Agustus ini.
Selain BI 7-Days Repo, BI memutuskan mempertahankan suku bunga simpanan atau Deposit Facility (DF) sebesar 4,5 persen. Namun, bank sentral memangkas bunga fasilitas pinjaman atau Lending Facility sebesar 100 basis poin (bps) dari 7 persen menjadi 6 persen.