Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017sebesar 5,3 persen.Presiden Joko Widodo menilai, target tersebut lebih realistis untuk dicapai pada tahun depan.
Namun, untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerja yang lebih keras di tengah perlambatan ekonomi di berbagai negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market). Begitu pula dengan prospek pemulihan ekonomi di negara maju yang belum sesuai harapan.
Di tengah kondisi itu, Jokowi optimistis terhadap dampak positif dari 12 paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis pemerintah sejak September tahun lalu. Paket-paket itu diharapkan mampu menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih adil dan merata, khususnya melalui keberlanjutan pembangunan infrastruktur.
Di sisi lain, laju inflasi tahun 2017 diperkirakan berkisar empat persen. Target ini bisa diraih melalui penciptaan efisiensi sistem logistik nasional, sehingga dapat menjaga stabilitas harga komoditas. (Baca: Lebih Realistis, Pertumbuhan Ekonomi 2017 Disepakati 5,2-5,6 Persen)
Untuk mengendalikan inflasi, pemerintah juga menyediakan dana cadangan sehingga dapat menjaga ketahanan pangan serta stabilisasi harga. “Alokasi dana tersebut antara lain akan digunakan untuk kebijakan subsidi pangan, program ketahanan pangan, seperti penyelenggaraan operasi pasar dan penyediaan beras untuk rakyat miskin,” kata Jokowi dalam pidato penyampaian RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 beserta nota keuangannya di sidang paripurna DPR, Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (16/8).
Sedangkan rata-rata nilai tukar rupiah tahun depan diperkirakan sebesar Rp13.300 per dolar Amerika Serikat (AS).
Penguatan di sektor keuangan dibangun oleh pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan pendalaman pasar keuangan, diharapkan dapat mempengaruhi arus modal masuk ke pasar keuangan, sekaligus mengurangi tekanan terhadap rupiah.
Adapun, rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan pada tahun 2017 diasumsikan sebesar 5,3 persen. Reaksi pasar dalam menghadapi kebijakan bank sentral AS, serta kondisi inflasi domestik yang terkendali diharapkan bisa menurunkan tingkat suku bunga.
(Baca: Terdongkrak Tax Amnesty, BI Ramal Ekonomi 2017 Tumbuh 5,5 Persen)
Sementara itu, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia tahun 2017 sebesar US$ 45 per barel. Sedangkan produksi minyak bumi diperkirakan 780 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1,15 juta barel setara minyak per hari.
“Asumsi dasar ekonomi makro ini mencerminkan kondisi perekonomian terkini serta memperhatikan proyeksi perekonomian mendatang, sehingga diharapkan akan lebih realistis dan kredibel,” kata Jokowi.
Sebelumnya, dalam pembahasan asumsi makro RAPBN 2017, akhir Juni lalu, pemerintah dan DPR menyepakati pertumbuhan ekonomi berkisar 5,2-5,6 persen. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, target tersebut realistis. Alasannya, batas atas pertumbuhan sebesar 5,6 persen itu memungkinkan jika didukung dengan keberhasilan pelaksanaan amnesti pajak.
(Baca: Target Pajak Tak Realistis, Jokowi Setujui Usul Sri Mulyani)
Efektifitas penerapan kebijakan ini akan berpengaruh terhadap suku bunga dan masuknya dana repatriasi diharapkan bisa mendorong investasi. Selain itu, pemerintah memastikan bahwa belanja modal—khususnya untuk pembangunan infrastruktur—akan terus ditingkatkan. Begitu juga dengan investasi.
Meski begitu, Suahasil mengakui bahwa salah satu indikator pertumbuhan ekonomi yakni ekspor diperkirakan belum akan meningkat. Karenanya, batas bawah sasaran pertumbuhan ekonomi 2017 ditetapkan 5,2 persen atau sama dengan target tahun ini.