Jokowi Dorong Pemda Jaga Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
4/8/2016, 15.05 WIB

Presiden Joko Widodo meminta pemerintah daerah tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi namun juga perlu mengendalikan inflasi. Sebab, ekonomi yang tumbuh tinggi namun inflasinya juga besar tetap akan merugikan masyarakat.

"Pertumbuhan ekonomi penting, tetapi inflasi juga sangat penting. Saya sangat senang bahwa setiap tahun ada kesadaran semua bahwa inflasi harus dikendalikan," kata Presiden saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Jakarta, Kamis (4/8).

Presiden memaparkan, empat kota yang mencatat inflasi tertinggi di Indonesia, yakni Tanjung Pandan, Bengkulu, Merauke, dan Pangkal Pinang. Sedangkan empat kota dengan inflasi terendah yakni Ambon, Bulukumba, Cirebon, dan Meulaboh.

Jokowi membandingkan inflasi di negara-negara lain yang bisa dikendalikan. Inflasi di Amerika Serikat (AS), misalnya 0,12 persen, dan di kawasan Eropa 0,04 persen. Sedangkan inflasi negara jiran, seperti Malaysia 2,1 persen, bahkan di Singapura malah minus atau deflasi 0,54 persen.

Menurut Presiden, salah satu cara mengantisipasi kenaikan inflasi di daerah dengan membentuk TPID. Karena itu, 27 dari 516 kabupaten/kota yang belum memiliki TPID diharapkan segera membentuk tim tersebut.

(Baca: La-nina Picu Inflasi, BI Siapkan Enam Antisipasi)

Selanjutnya, Jokowi meminta agar anggaran untuk pengendalian harga ditingkatkan. Jadi, anggaran itu bisa dipakai untuk mengintervensi harga saat bergejolak. Jokowi mengapresiasi upaya intervensi biaya transportasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan harga daging oleh Gubernur DKI Jakarta.

Anggaran pengendalian harga juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki jalan. Sebab, kondisi jalan yang rusak akan memicu pembengkakan biaya distribusi. Ujung-ujungnya, harga barang menjadi lebih mahal.

Upaya lain mengendalikan inflasi adalah menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke gudang-gudang penyimpanan komoditas pangan bekerja sama dengan penegak hukum. Tujuannya untuk melihat, apakah stok komoditas menipis atau justru menumpuk. (Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi)

"Kalau stok sudah menipis berarti harus ada sebuah tindakan untuk memperberat stok di situ. Tapi kalau bertumpuk, ini main-main, langsung perintahkan mereka keluarkan stok,” kata Jokowi. Dengan begitu, harga barang komoditas pangan di kabupaten/kota atau provinsi menjadi stabil kembali.

Berbagai upaya itu diharapkan dapat mengendalikan inflasi sehingga bisa mencapai target tahun ini dan tahun depan sebesar empat persen plus-minus satu persen. Sedangkan target 2018 lebih rendah, yaitu 3,5 persen plus-minus satu persen.

Jika inflasi bisa ditekan turun, Jokowi yakin pertumbuhan ekonomi bisa mencapai lima persen tanpa harus membebani daya beli masyarakat. "Jangan bangga kalau bisa ekonomi tumbuh tinggi tapi tidak bisa kendalikan inflasi."

(Baca: Serapan Anggaran Rendah, Jokowi Tegur Kepala Daerah)

Di sisi lain, Jokowi mendesak pemerintah daerah mempercepat pencairan anggaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Namun, dia menyesalkan besarnya anggaran pemda yang “menganggur” di perbankan, yaitu Rp 214 triliun per akhir Juni lalu.

Meskipun, jumlahnya sudah menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 246 triliun.

Padahal, anggaran ini menjadi sumber uang beredar di masyarakat, yang diharapkan bisa mendorong konsumsi rumah tangga. Karena itu, Jokowi mengancam akan mengubah skema transfer daerah dan dana desa dari langsung menjadi melalui surat utang. "Keterlambatan realisasi seperti ini jangan diteruskan, setop. Harus segera dikeluarkan (dari bank),” katanya.