Lebih Realistis, Pertumbuhan Ekonomi 2017 Disepakati 5,2"5,6 Persen

Arief Kamaludin|KATADATA
Gedung MPR/DPR
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
19/7/2016, 17.31 WIB

Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 hingga 5,6 persen tahun depan. Target dalam asumsi makroekonomi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 ini dinilai lebih realistis dibandingkan pandangan optimisme pemerintah selama ini.  

Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah selalu menetapkan target optimistis dalam RAPBN yang diajukannya. Alhasil, ujung-ujungnya target itu tidak tercapai dan berimbas pada penurunan kepercayaan pasar.

Namun, untuk RAPBN tahun depan, Banggar langsung menyetujui target pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah. Besarannya pun tidak berubah dengan kesepakatan Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR dalam rapat Senin (18/7) lalu.

(Baca: Tax Amnesty dan Repatriasi Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 2017)

Selain pertumbuhan ekonomi, Banggar menyepati sejumlah asumsi makroekonomi lainnya tahun depan. Yaitu kisaran inflasi 3-5 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.300-Rp 13.600 per dolar Amerika Serikat (AS), serta suku bunga SPN tiga bulan 5,5 persen.

Sedangkan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) sebesar US$ 40-50 per barel dan lifting (produksi siap jual) minyak 750 ribu-790 ribu barel per hari.

Namun, Banggar mengingatkan agar pemerintah tidak memasukkan potensi penerimaan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) dalam RAPBN 2017. Sebab, kebijakan tersebut masih dalam proses sehingga belum ada realisasi yang bisa dijadikan dasar pasti dalam penetapan anggaran.

“Ini kan masih berproses, karena kemarin (APBN Perubahan 2016) untuk menambal shortfall (pajak) oke. Tapi nanti harus lebih hati-hati,” ujar Wakil Ketua Banggar Jamaluddin Jafar saat Rapat Kerja (Raker) dengan pemerintah di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (19/7).

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menyatakan target pertumbuhan ekonomi 2017 itu realistis. Alasannya, batas atas pertumbuhan sebesar 5,6 persen itu memungkinkan untuk dicapai jika didukung dengan keberhasilan pelaksanaan tax amnesty.

(Baca: Terdongkrak Tax Amnesty, BI Ramal Ekonomi 2017 Tumbuh 5,5 Persen)

Efektifitas penerapan kebijakan yang mulai berlaku Juli ini hingga akhir Maret 2017 akan berpengaruh terhadap penurunan suku bunga.

Selain itu, masuknya dana repatriasi diharapkan bisa mendorong investasi. Pemerintah juga memastikan belanja modal, khususnya untuk pembangunan infrastruktur, akan terus ditingkatkan. Begitu juga dengan investasi.

Meski begitu, Suahasil mengakui, salah satu indikator pertumbuhan ekonomi yakni ekspor diperkirakan belum akan meningkat tahun depan. Karena itulah, batas bawah sasaran pertumbuhan ekonomi ditetapkan 5,2 persen atau sama dengan target tahun ini.

Menurut dia, target pertumbuhan ekonomi yang akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada nota keuangan dan RAPBN 2017 pertengahan Agustus nanti, sudah realistis. Jadi, Suahasil yakin pelaku pasar akan bisa menerima dan membantu mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia saat ini.

(Baca: Setujui APBN-P 2016, DPR Pesimistis Ekonomi Tumbuh 5,2 Persen)

“Sejak 2015, bisa dilihat target asumsi makro lebih dekat dengan realisasi. Kami cermati situasi yang berkembang sebagai faktor pertumbuhan ekonomi ke depan, salah satunya belanja modal dan belanja investasi swasta,” kata Suahasil.

Di sisi lain, Banggar juga menyepakati target tingkat pengangguran terbuka tahun depan berkisar 5,1-5,4 persen. Target tersebut lebih optimistis dibandingkan 2016 yang sebesar 5,2-5,5 persen. Sedangkan target tingkat kemiskinan 2017 sebesar 9,5-10,5 persen, lebih tinggi dari sasaran tahun ini yakni 9-10 persen.

Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Rahma Iryanti menjelaskan, sasaran yang lebih pesimistis dibandingkan 2016 karena kenaikan inflasi sehingga diperkirakan meningkatkan kemiskinan. Tahun ini, meskipun tingkat kemiskinan ditargetkan 9-10 persen, realisasinya diproyeksikan sebesar 10-10,6 persen. “Karena porsi (pengaruh) inflasi terhadap tingkat kemiskinan itu besar.”