Daya Beli Masyarakat Terjaga, Inflasi Juni 0,66 Persen

KATADATA/ Arief Kamaludin
Penulis: Desy Setyowati
1/7/2016, 15.38 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juni sebesar 0,66 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 0,24 persen. Namun, besaran inflasi ini relatif sama dengan enam tahun sebelumnya yang bergerak dari 0,43 sampai 1,03 persen.

“Inflasi 0,66 persen ini kalau dibandingkan sejak 2010 termasuk moderat, terkontrol,” kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta, Jumat, 1 Juli 2016. Inflasi terjadi di 82 kota, yang tertinggi di Pangkal Pinang 2,14 persen dan terendah di Padang 0,1 persen. (Baca: Darmin: Kenaikan Harga Gula Picu Inflasi Tipis pada Juli).

Menurut Suryamin, ada 13 komoditas yang menjadi penyebab inflasi. Tarif angkutan udara, misalnya, naik 8,27 persen dengan pengaruh tertinggi terjadi di Balikpapan sebesar 46 persen. Daging ayam ras dan ikan segar harganya merangkak 5,63 dan 2,15 persen. Penyebabnya, permintaan naik sementara pasokan berkurang. Komoditas lain penyebab inflasi yakni telur ayam ras, gula pasir, kentang, dan wortel.

Ada pula yang berasal dari beras, bayam, apel, emas, dan tarif angkutan antar kota yang masing-masing inflasi 0,58 persen, 7,55 persen, 5,62 persen, 1,52 persen, dan 2,87 persen. Harga beras menanjak karena musim panen mulai berhenti sehingga pasokannya menipis. Selain itu, tarif dasar listrik juga naik 0,58 persen imbas kenaikan harga untuk kategori 1.300 volat ampere (VA).

Sementara itu, penyebab deflasi hanya berasal dari bawang merah yang harganya menurun 10,19 persen dengan andil 0,07 persen. Hal ini dipicu oleh pasokan yang melimpah di sentra produksi. (Baca: Pemerintah Yakin Pemangkasan Subsidi Solar Tak Kerek Inflasi).

Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, realisasi inflasi pada Juni ini tidak menunjukan penurunan daya beli seperti banyak dikhawatirkan pelaku pasar. Permintaan jasa angkutan udara, misalnya, justru meningkat bahkan tergolong tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Harga beberapa komoditas pangan juga naik karena ada peningkatan permintaan.

Saya tidak setuju dikatakan penurunan daya beli. Bahkan, mungkin mengalami kenaikan daya beli karena harga relatif terkendali,” kata Sasmito.

Bulan depan, Sasmito memperkirakan inflasi masih berada di bawah satu persen. Kenaikan permintaan untuk kebutuhan lebaran hanya sepekan, sehingga tidak berdampak signifikan terhadap inflasi Juli. Kendati demikian, dia mengatakan pemerintah perlu mewaspadai kenaikan tarif angkutan umum karena arus balik. (Baca: Menteri Keuangan Yakinkan DPR Tingkat Konsumsi Makin Membaik).

Sebelumnya, Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi memperkirakan inflasi Juni bisa mencapai 0,7 persen. Faktor pendorongnya musiman, khususnya karena bahan pangan, makanan olahan, dan transportasi. Menurut dia, upaya pemerintah menurunkan harga bahan kebutuhan pokok belum efektif, terutama untuk daging sapi yang ditargetkan menjadi Rp 80 ribu per kilogram tidak tercapai.

“Daya beli masyarakat memang agak melemah dibanding tahun lalu. Tetapi dibanding bulan-bulan sebelumnya dalam tahun ini, permintaan selama puasa dan lebaran lebih tinggi. Kebijakan pemeintah menurunkan harga bahan pangan juga kurang efektif,” ujar Eric.

Inflasi Puasa (Katadata)

Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan saat ini daya beli masyarakat masih terjaga. Ia tak sepakat bila posisi 0,66 persen menunjukkan kemampuan masyarakat berkonsumsi melemah. Level inflasi yang tidak terlalu tinggi merupakan efek dari upaya pemerintah menjaga harga. (Lihat pula: Operasi Pasar dan Impor Dikritik Tak Bereskan Soal Harga Pangan).

Bahkan, kata Darmin, posisi tersebut sebetulnya lebih dari target pemerintah. “Di atas yang kami harapkan. Mestinya, year to date di bawah empat persen. Tapi mulai mendekat ke empat persen kan. Karena ini puasa dan mendekati Lebaran, ya okelah 0,66 persen,” kata Darmin usai menghadiri Pencanangan Pengampunan Pajak atau tax amnesty di Direktorat Jenderal Pajak hari ini.

Darmin Nasution
(Arief Kamaludin (Katadata))

Menurutya, pada Mei – Juni, harga pangan tiba-tiba naik dan pemerintah turun tangan untuk mengendalikan. Seperti pada bawang, cabai, daging, dan ayam. Karena itulah pemerintah lalu membuka impor. Harga pangan pun mulai stabil, yang menurut Darmin bukan lantaran konsumsi menurun.

Di sisi lain, dia tak menampik bila perlambatan eknomomi dunia masih terasa di Indonesia. “Tapi di pihak lain kami juga melakukan langkah-langkah untuk mengundang investasi. Itu semua tentu ada gabungan. Saya tidak bilang tidak ada pengaruhnya terhadap pemasukan masyarakat,” ujar Darmin.

Reporter: Miftah Ardhian