Bank Indonesia (BI) sedang menggenjot pendalaman pasar keuangan. Di dalam negeri, industri keuangan ini belum atraktif dan rentan terhadap goncangan. Satu di antara langkah itu, bank sentral menargetkan transaksi repurchase agreement (repo) mencapai Rp 800 miliar per hari pada Agustus mendatang.
Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan transaksi repo harian saat ini memang belum stabil. Angkanya baru mencapai Rp 1 triliun pada pekan ketiga Mei lalu. Adapun pekan kedua, transaksi repo Rp 425 miliar. “Ini juga mendorong ke arah pendanaan yang lebih sustainable,” kata Nanang di Tangerang, akhir pekan lalu.
Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian. Misalnya, pada tanggal yang telah ditentukan akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek tersebut dengan harga tertentu yang disepakati. (Baca juga: Sambut Bunga Acuan Baru, BI Rate Diprediksi Tetap Hingga Agustus).
Lazimnya, instrumen yang digunakan dalam transaksi repo yaitu obligasi korporasi, obligasi negara (Surat Utang Negara), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan saham. Transaksi ini merupakan salah satu alternatif dalam investasi keuangan.
Menurut Nanang, transaksi repo yang berkelanjutan minimal dibentuk oleh 50 bank dari total 116 perbankan yang ada di Indonesia. Karena itu, bank sentral akan bekerja keras mengejar target tersebut mengingat akhir tahun ini ada standardisasi transaksi repo yang bernama General Master Repo Agreement (GMRA). “Kalau sekarang yang banyak aktif itu yang di BUKU IV saja,” kata Nanang.
Sebab, standardisasi GMRA ini rupanya masih terdengar asing oleh bank-bank, terutama selain Bank Umum Kelompok Usaha (Buku) IV dan III. BUKU I merupakan bank dengan modal inti kurang dari Rp 1 triliun. Sementara itu, BUKU II bermodal Rp 1 – 5 triliun dan BUKU III Rp 5 – 30 triliun. Adapun bank dalam BUKU IV memiliki modal inti di atas Rp 30 triliun.
Oleh sebab itu, bank sentral sedang aktif melakukan sosialisasi dan pembelajaran mengenai transaksi repo ini. “Masih banyak yang belum paham bagaimana GMRA-nya nanti,” kata Nanang. (Baca: Per Agustus, BI Rilis Suku Bunga Acuan yang Lebih Membumi).
Selain untuk memperdalam pasar keuangan, fasilitas repo juga bermanfaat sebagai jalur transmisi utama kebijakan moneter Bank Indonesia. Hal ini mengingat BI akan menggunakan acuan tingkat suku bunga baru yakni 7-Day Repo Rate menggantikan BI Rate mulai Agustus mendatang. Jadi, pengembangan pasar repo akan menentukan kebijakan bank sentral dari segi transmisi.
Beberapa waktu lalu BI mengumumkan rencana mengubah suku bunga acuan dari BI rate menjadi BI 7-day (Reserve) Repo Rate. Kebijakan itu dinilai lebih cocok sebagai acuan suku bunga di pasar keuangan karena instrumen yang ditransaksikan mayoritas bertenor pendek, mulai dari satu bulan hingga kurang dari setahun.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan bunga repo tujuh hari lebih efektif sebagai suku bunga operasi moneter. Alasannya, repo seven day mencerminkan kondisi yang lebih nyata di pasar keuangan ataupun perbankan ketimbang BI rate. (Baca: BI Jamin Bunga Acuan Baru Tak Ganggu Target Inflasi dan Ekonomi).
“Dalam struktur tenor operasi moneter, suku bunga kebijakan akan bergeser dari tenor setahun menjadi lebih pendek yakni seminggu,” kata Agus, pertengahan April lalu. Sementara itu, BI rate lebih sesuai sebagai bunga acuan instrumen tenor setahun. Sebab, BI Rate berhubungan dengan inflasi.