Menguat 6 Persen, Rupiah Terbaik atas Mata Uang Utama Dunia

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
29/1/2016, 17.25 WIB

KATADATA - Setelah sempat terpuruk hampir sepanjang 2015, mata uang rupiah berbalik menguat dalam empat bulan terakhir ini. Penguatan tersebut menjadikan rupiah sebagai mata uang terbaik di dunia, di saat mayoritas mata uang negara-negara lain melorot akibat perlambatan ekonomi global.

Rupiah telah menguat 5,6 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak 30 September 2015 hingga Kamis kemarin (28/1). Padahal, rupiah sempat anjlok 35 persen dalam kurun tiga tahun sebelumnya menjadi Rp 14.691 per dolar AS dan menjadi salah satu mata uang terburuk di dunia, di tengah penurunan harga komoditas, perlambatan ekonomi Cina dan pengetatan kebijakan moneter.

Namun, menginjak kuartal terakhir 2015, mata uang Indonesia terus menguat hingga awal tahun ini. Berdasarkan catatan Bloomberg, penguatan rupiah 5,6 persen dalam empat bulan terakhir ini merupakan yang tertinggi di antara 31 mata uang utama dunia. Di bawahnya mengekor ringgit Malaysia dan lira Turki masing-masing sebesar 4,48 persen dan 1,63 persen. Sedangkan 25 mata uang lainnya, seperti dolar Singapura, dolar Hong Kong, dan real Brasil melemah terhadap dolar AS.

Pada awal tahun ini, rupiah juga termasuk dari segelintir mata uang dunia yang lebih perkasa ketimbang dolar AS. Hari Jumat ini (29/1), rupiah menguat 0,7 persen dari hari sebelumnya menjadi 13.778 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal 2016 (year to date), rupiah menguat tipis 0,07 persen atau naik 6,2 persen dalam empat bulan ini.

Ebury Partners Ltd, penaksir (forecaster) rupiah paling akurat dalam peringkat Bloomberg, menyatakan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang hati-hati dalam menurunkan suku bunga BI rate akhir tahun lalu telah menumbuhkan kepercayaan para investor asing. Alhasil, dalam empat bulan ini, sekitar US$ 4 miliar dana investor asing mengalir masuk ke pasar surat utang Indonesia.

(Baca: Hadapi Tiga Masalah Besar, IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Dunia)

Investor asing juga tertarik masuk ke Indonesia karena melihat rupiah sudah di bawah nilai wajarnya (undervalued). Karena itu, Ebury meramal rupiah bakal bergerak stabil tahun ini dan berada di level 13.800 per dolar AS.

“Penguatan (rupiah) menjadi kejutan yang menyenangkan,” kata Edwin Gutierrez, seorang manajer investasi yang mengelola dana sekitar US$ 11 miliar dan Kepala Surat Utang Negara-Negara Pasar Berkembang Aberdeen Asset Management Plc di London, Inggris, seperti dikutip Bloomberg. Belum lama ini, Aberdeen membatalkan beberapa transaksi lindung nilai (hedging) rupiah karena melihat mata uang ini cenderung bergerak stabil.

(Baca: BI Perkirakan Rupiah Menguat Mulai Pertengahan 2016)

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan rupiah akan bergerak stabil pada paruh pertama tahun ini, bahkan berpeluang menguat setelah pertengahan tahun. Selain kondisi gejolak di luar negeri yang sudah diprediksi, para investor asing kembali masuk ke pasar domestik karena lebih optimistis menilai perekonomian Indonesia tahun ini. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan mencapai 5,2 persen, lebih baik dari taksiran ekonomi tahun lalu yang tumbuh 4,7 persen.

Sedangkan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti menilai, investor asing akan lebih percaya diri masuk ke pasar domestik setelah Moody's Investors Service mempertahankan peringkat layak investasi (investment grade) Indonesia yaitu Baa3 dengan prospek stabil, Kamis kemarin. Dua faktor utama keputusan lembaga rating internasional itu adalah kemampuan pemerintah mengelola keuangannya di tengah peningkatan defisit fiskal dan mengelola risiko penurunan harga komoditas serta pelemahan pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Dua Alasan Moody’s Pertahankan Peringkat Layak Investasi Indonesia)

"Ini menggambarkan Moody's percaya ekonomi Indonesia lagi mengarah ke jalur yang benar sehingga memberikan confidence untuk para investor ke Indonesia," kata Destry di Jakarta, Jumat (29/1).

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andri Asmoro juga melihat penegasan peringkat itu bisa menolong Indonesia untuk menggaet masuknya dana investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) yang beralih dari Cina. “Sekarang semua berebut modal asing,” katanya. Selain memikat dana investor asing, peringkat layak investasi itu akan mengurangi beban pembiayaan utang pemerintah. Sebab, risk premium menjadi pertimbangan dalam menentukan bunga surat utang negara (SUN).

Adapun Kepala Ekonom Standard Chartered Aldian Taloputra menyatakan, saat ini investor menanti keputusan Standard and Poor's (S&P). Jika lembaga rating internasional itu menaikkan peringkat Indonesia menjadi layak investasi, maka akan semakin mendorong masuknya dana asing ke dalam negeri.

Sekadar informasi, pada Mei tahun lalu, S&P sebenarnya telah mendongkrak prospek peringkat Indonesia dari "Stabil" menjadi "Positif". Dengan begitu, terbuka kemungkinan bagi S&P menaikkan peringkat tersebut ke level layak investasi dalam 12 bulan ke depan sejak Mei 2015.

Reporter: Yura Syahrul, Desy Setyowati