KATADATA - Di tengah ekonomi yang masih lesu, pemerintah terus berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi. Karena itu, di paket kebijakan ekonomi ketujuh, satu di antara tujuannya, yakni mencegah pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran di industri padat karya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan setidaknya ada dua insentif yang diberikan kepada industri padat karya. Pertama pelonggaran Pajak Penghasilan pribadi (PPh 21). Kebijakan ini keluar karena pengusaha setuju memberikan data jumlah karyawan dan berminat atas fasilitas ini. Apalagi data tersebut sudah dibuka di Badan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Kesehatan (BPJS).
“Dulu, 2008, itu dunia usaha nggak mau kalau harus membuka semua data karyawannya. Sekarang, katanya sudah terlanjur dibuka melalui BPJS, ya sudah sekalian saja,” kata Darmin di kantornya, Jakarta, pada Jumat, 4 Desember 2015. “Artinya diberi fasilitas PPh 21 nya 50 persen.” (Baca juga: Kini, Dalam Tiga Jam Investor Dapat Sembilan Fasilitas Perizinan).
Fasilitas lain yang diberikan kepada industri padat karya yakni pengurangan pajak atau tax allowance. Di sektor lain, ada pula sertifikasi tanah untuk petani. Namun paket ini masih akan dibahas dalam sidang kabinet di Istana.
Di tempat lain, Bank Indonesia menyatakan belum menyiapkan rencana baru dalam paket kebijakan ketujuh untuk mengantisipasi kenaikan Fed Rate. Alasnnya, kata Direktur Eksekutif Kebijakan Fiskal dan Moneter BI Juda Agung, kebijakan sebelumnya sudah cukup untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat tersebut.
“Kami kan sudah siapkan dari awal, termasuk SDBI (Sertifikat Deposito Bank Indonesia) valas. Itu bagian dari persiapan itu,” tutur dia. (Baca: Evaluasi Rampung, Paket Kebijakan Ketujuh Diumumkan Besok).
Sebelumnya, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani mengatakan ada perbincangan terkait insentif bagi Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah. Salah satunya dengan Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK). Rencananya, peraturan ini juga akan masuk dalam paket kebijakan.
“Kemarin kan sudah ada yang untuk Kredit Usaha Rakyat, untuk UMKM juga sudah ada. Tapi yang spesifik memang yang bisa mempekerjakan 100 sampai 200 orang,” ujar Franky. (Baca pula: Paket Kebijakan Jokowi Jilid II Dinilai Lebih Fokus).
Paket lanjutan ini sempat tersendat lantaran evaluasi program kebijakan di tiga kementerian belum selesai, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Peraturan yang belum dideregulasi paling banyak dari paket kebijakan tahap pertama. Sedangkan untuk paket kedua hingga keenam sudah diterbitkan semua. Minggu ini evaluasi sudah mencapai 90 persen.
Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo sempat menyebutkan paket kebijakan tahap ketujuh mencakup dua hingga tiga poin. Salah satunya mengenai insentif pengurangan pajak bagi industri padat karya. Padahal, fasilitas pajak ini sudah pernah diberikan oleh pemerintah dalam paket I, II, dan IV.
Karena itu, kata Lukita, insentif pajak kali ini akan fokus diberikan kepada industri padat karya dengan melihat jumlah pekerjanya. Sementara besaran dan waktunya tetap. “Yang dulu belum mencakup industri padat karya dimaksud. Ada tambahan cakupan industrinya. Waktunya tetap. Besarannya juga tetap,” tutur dia.