KATADATA - Pemerintah mengakui daya saing industri nasional masih kalah dibandingkan negara-negara lain. Namun, pemerintah tetap menyatakan untuk tetap menyepakati pasar bebas. Selain Masyarakat Ekonomi ASEAN, pemerintah juga mempertimbangkan bergabung dalam Kemitraan Trans Pasifik (TPP).
“Kalau bicara kelemahan, seperti Pak Jokowi katakan, ini zaman kompetisi yang tidak bisa dihindari,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam acara Economi Outlook 2016 di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (1/12). (Baca: Penyebab Ekspor Indonesia Kalah dari Vietnam dan Thailand)
JK mengakui bahwa daya saing Indonesia masih rendah, kalah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Dia mengatakan ada empat hal yang membuat daya saing Indonesia lemah, yakni terkait birokrasi, energi, logistik, dan pembiayaan. Empat hal ini harus segera diperbaiki. Jika tidak, Indonesia hanya akan dijadikan pasar bagi negara lain.
Dalam hal birokrasi, selama ini pengurusan perizinan usaha terlalu panjang dan lama, karena terlalu banyak aparatur pemerintahan yang harus menandatangani izin tersebut. Di sisi lain banyak pejabat yang tidak berani mengambil kebijakan, karena takut dianggap merugikan negara.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan agar pengambil keputusan hanya dikenai hukum administratif jika terjadi kesalahan. Pengambil kebijakan tidak akan dikenakan sanksi pidana atas hal ini. (Baca: BI Ramalkan Empat Faktor Membayangi Ekonomi 2016)
Dia juga mengapresiasi langkah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyederhanakan pengurusan izin investasi yang bisa selesai dalam tiga jam, meski pengurusan tandatangannya masih berhari-hari. “Tapi lebih cepat lebih baik lah. Kami perbaiki sistem itu,” ujarnya.
Persoalan ketersediaan energi dan harganya juga menjadi masalah rendahnya daya saing industri dalam negeri. Keterbatasan energi membuat industri sulit berkembang. Beberapa upaya tengah dilkukan pemerintah untuk menjawab permasalahan energi ini, salah satunya dengan proyek pembangunan pembangkit listrik 35 gigawatt (GW).
Kemudian biaya logistik yang mahal karena keterbatasan infrastruktur. Dan terakhir, masalah pembiayaan yang menyulitkan industri mendapat akses permodalan. Menurut JK, bunga bank yang terlalu tinggi menjadi salah satu penyebab industri di Indonesia kalah bersaing dengan negara lainnya. Bunga yang diberlakukan perbankan di Indonesia mencapai 10 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Singapura yang hanya di kisaran 5 persen.
"Kami sudah bicara panjang dengan Gubernur BI dan Menteri Keuangan. Betul-betul akan kami evaluasi. Kalau asing dapat bunga yen 1 persen, sedangkan rupiah 12 persen, mana mungkin kita bersaing," ujarnya. (Baca: Kenapa BI Enggan Pangkas Suku Bunga)
JK meyakini ekonomi masih bisa tumbuh baik bila keempat tantangan itu bisa diatasi. Indonesia, beruntung memiliki pasar yang besar dan penduduk usia produktif. Apalagi saat ini dunia sangat bergantung pada pasar. Seharusnya industri bisa memanfaatkan minat impor yang tinggi, untuk memproduksi barang substitusinya di dalam negeri.
“Itu kondisi ekonomi kita, maka kita bisa lebih baik dengan modal pasar yang besar, tetapi harus kurangi kelemahannya," ujarnya.