KATADATA - Pemerintah tetap mengajak Jepang untuk turut serta dalam pembangunan infrastruktur di tanah air. Meskipun negara matahari terbit itu gagal memenangkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah proyek senilai US$ 39,9 miliar yang disiapkan dalam buku utang atau Blue Book 2015-2019.
Sedangkan untuk proyek swasta, Jepang dapat berpartisipasi dalam proyek dalam Public Private Partnership (PPP) Book 2015 senilai US$ 23 miliar. “Proyek infrastruktur masih terbuka (untuk Jepang), saya belum tahu apa-apa saja tapi ada di list Blue Book dan PPP Book untuk swasta,” kata Sofyan ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (2/10).
Sofyan mengatakan dirinya telah bertemu dengan perwakilan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) tentang kemungkinan Jepang tetap membiayai proyek infrastruktur di Indonesia.
“Saya sudah bicara dengan mereka sebagai lender-nya, kan Blue Book itu juga sudah diumumkan Pemerintah,” kata dia.
Terkait proyek kereta cepat, Sofyan mengatakan, dirinya diutus Presiden Joko Widodo untuk menemui Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Pemerintah menyampaikan bahwa Cina yang akan menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dia memberitahu respons Jepang kecewa namun bisa mengerti keputusan pemerintah yang tidak ingin melibatkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam proyek tersebut.
“Kami menjelaskan bahwa kami mengubah business model-nya dari Government to Government menjadi Business to Business (B to B). Ternyata ada yang mengajukan (Cina) B to B, kami persilahkan,” ujarnya. “Kami juga sampaikan ke Jepang tidak ada masalah dengan kualitas tapi memang dana pemerintah bisa diberikan untuk membangun infrastruktur dasar.”
Dengan skema B to B ini akhirnya Cina yang berkonsorsium dengan badan usaha milik negara (BUMN) dapat menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, Cina bisa memenuhi syarat utama dari pembangunan proyek ini, yakni tidak melibatkan APBN.
“Ini perjanjiannya antar-BUMN kita dengan BUMN Cina, sehingga yang dapat dikatakan memenuhi syarat adalah proposal dari Cina,” kata Rini kemarin.