KATADATA ? Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini dan tahun depan. Begitu juga dengan perkiraan nilai tukar rupiah. BI menilai situasi ketidakpastian ekonomi global diperkirakan masih akan berlanjut, terutama kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan pelemahan mata uang Cina.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyebutkan, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan 4,7 persen hingga 5,1 persen. Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 5 persen hingga 5,4 persen. Revisi ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan bank sentral, sebab pada awal tahun, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen hingga 5,8 persen pada 2015.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi BI tersebut lebih rendah dibandingkan proyeksi pemerintah sebesar 5,2 persen. (Baca: Menkeu: Kondisi Masih Terkendali, Jauh dari Krisis)
?Perlambatan ekonomi ini didorong oleh lambannya investasi swasta dan pemerintah. Karena penyerapan anggaran yang tidak sesuai perkiraan. Hal serupa juga terjadi pada rendahnya penyerapan APBD. Juga perilaku wait and see investasi swasta juga mendorong pelemahan investasi,? kata dia dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (25/8).
Sementara untuk pertumbuhan ekonomi pada 2016, BI memperkirakan sebesar 5,3 persen hingga 5,7 persen. Perkiraan ini juga lebih rendah dibandingkan proyeksi semula 5,4 persen hingga 5,8 persen. Menurut Agus, perkiraan ini masih sejalan dengan target pemerintah 5,5 persen pada tahun depan.
Selain merevisi pertumbuhan ekonomi, BI juga menurunkan perkiraan rata-rata nilai tukar rupiah tahun ini dan tahun depan. Sebelumnya BI memperkirakan rupiah pada 2015 berada pada kisaran Rp 13.200 per dolar AS dan Rp 13.400 per dolar AS ini pada tahun depan.
Kali ini, BI memperkirakan, rupiah berada pada kisaran Rp 13.000 hingga Rp 13.400 per dolar AS pada tahun ini. Sedangkan pada 2016, rupiah diperkirakan sebesar Rp 13.400 hingga Rp 13.700 per dolar AS. (Baca: Bank Dunia Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia)
?Neraca pembayaran diharapkan membaik pada 2016, ditopang dengan naiknya surplus transaksi modal dan keuangan. Tekanan rupiah ke depan masih akan dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama ketidakpastian kenaikan Fed Rate dan langkah devaluasi yuan,? kata Agus.
Agus mencatat, pelemahan rupiah sejak awal tahun sudah mencapai 11,8 persen ke level Rp 14.045 per dolar AS pada 24 Agustus 2015. Pelemahan ini lebih dalam dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sebesar 1,7 persen. Sedangkan rata-ratanya, kurs rupiah sudah mencapai Rp 13.088 per dolar AS.
Dia menjelaskan, depresiasi rupiah terhadap dolar AS ini disebabkan oleh menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang. Terutama akibat ketidakpastian rencana kenaikan suku bunga AS (Fed Rate) sejalan dengan indikasi perbaikan perekonomian AS. Permintaan valuta asing (valas) yang meningkat untuk kewajiban bayar utang dan dividen. (Baca: Pertumbuhan Ekonomi RI Sulit Tembus 5 Persen)
Dari sisi pemerintah, ada lima langkah yang disiapkan untuk memperbaiki perekonomian pada tahun depan. Terutama memastikan penyerapan anggaran lebih cepat, sehingga pembangunan infrastruktur berdampak maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, langkah perbaikan ini tidak bersifat sementara dan jangka pendek, tetapi konsisten dan berkesinambungan.
Pertama, meningkatkan anggaran transfer ke daerah secara signifikan, yakni sebesar Rp 782,2 triliun untuk transfer ke daerah dan dana desa. Angka ini lebih besar dari anggaran kementerian dan lembaga (K/L) Rp 780,4 triliun. Dia yakin, kebijakan ini bisa mempercepat pemerataan pembangunan di daerah dan mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal.
Kedua, melanjutkan pengalihan belanja yang kurang produktif dan tidak tepat sasaran, seperti subsidi listrik ke belanja yang lebih produktif. Ketiga, pemenuhan anggaran kesehatan 5 persen dari APBN yang pertama kalinya diwujudkan di tahun depan.
Keempat, memperkuat dan memperluas program perlindungan sosial ke masyarakat yang kurang mampu. Ini dilakukan dengan menambah penerima bantuan tunai bersyarat dari sekitar 3,5 juta keluarga sangat miskin menjsdi 6 juta keluarga. Kemudian memperkuat Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan meningkatkan Program Sejuta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Kelima, memperluas program kredit usaha rakyat (KUR) untuk mendukung usaha menengah, kecil, dan mikro melalui peningkatan anggaran subsjdi bunga, yakni 8,5 persen per tahun. Selain itu, juga menambah cakupan kredit hingga Rp 123 triliun.
Dengan kebijakan ini, dia optimistis pertumbuhan ekonomi 2016 bisa mencapai 5,5 persen sesuai dengan pembahasan dengan DPR. Optimisme ini didukung pula oleh proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) bahwa perekonomian tahun depan akan lebih baik dari tahun ini. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2016 mencapai 3,8 persen, lebih tinggi dari perkiraan tahun ini 3,3 persen.
?Target 5,5 persen berada pada batas bawah rentang pertumbuhan ekonomi sesuai kesepakatan dalam pembicaraan pendahuluan 2016 sebesar 5,5 persen hingga 6 persen,? tutur dia di Gedung MPR/DPR Jakarta, Selasa (25/8).