KATADATA ? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewacanakan adanya dana pengembangan investasi untuk panas bumi atau geothermal fund. Dana ini diperlukan untuk mendorong investasi panas bumi di Tanah Air.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan selama ini pengembangan panas bumi sering terhenti akibat permasalahan dana. Apalagi kebutuhan investasi untuk mengembangkan sumber energi ini sangat besar, mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan rupiah.
"Nantinya kami akan menaruh fund (dana) tersebut untuk melakukan eksplorasi, minimal blok-blok yang telah jelas berpotensi cukup besar. Tujuannya, agar investor bergerak dan mendapat kepastian," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/6).
Sudirman belum bisa merinci berapa besaran dana yang akan disiapkan dan kepastian dari mana dana tersebut akan diambil. Dia hanya bisa memastikan pengembangan panas bumi tidak bisa sepenuhnya diambil dari anggaran negara. Perlu dukungan dana dari lembaga donor ataupun investor yang berminat mengembangkan energi ini.
Untuk program pengembangan Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pemerintah akan menganggarkan Rp 10 triliun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Namun, dia tidak menyebut berapa porsi anggaran untuk program pengembangan panas bumi.
Upaya mendapat dana lebih besar dari anggaran negara mungkin akan cukup sulit didapat. Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menganggap geothermal fund belum begitu penting. Menurut dia, yang lebih dahulu harus dilakukan adalah menetapkan harga listrik dari pembangkit panas bumi. Jika harganya menarik, investor pun akan banyak yang berminat menggarap proyek panas bumi.
" Misalnya sederhana, investor bisa diberikan izin paling tidak tujuh tahun dan pemerintah membeli listriknya seharga US$ 15 per kilowatt jam (kwh)," ujar dia.
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan juga menilai harga listrik yang dibeli oleh PLN dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) masih terlalu murah, yakni hanya US$ 11 sen per kwh.
Dengan harga ini, investor akan sulit mendapatkan modalnya kembali dalam jangka 10 tahun. Apalagi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun pembangkit tersebut tidak sedikit, mencapai US$ 3 juta per megawatt (MW).
"Kalau sekarang US$ 11 sen per kwh, maka itu dia tidak akan menarik. Kalau pakai ukuran harga US$ 15 sen per kwh dalam 7 sampai 8 tahun akan menarik," ujar Luhut.