KATADATA ? Administrasi Joko Widodo belum memiliki gagasan untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kepada masyarakat miskin.
Andi Widjajanto, Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, bisa jadi Tim Transisi akan mencontoh kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yakni melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Tim akan memperbaiki skema pemberian bantuan membuat rekening khusus bagi masyarakat miskin yang dinilai layak mendapatkan subsidi dari negara.
?Berikan mereka electronic card semacam ATM lalu diisi langsung ke rekening individu-individu. Mereka nanti bisa beli beras di minimarket, di pasar tradisional karena kemampuan cash-nya langsung ada di kantong mereka,? kata Andi kepada Katadata, Senin (25/8).
Saat ini, Tim Transisi masih melakukan perhitungan dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Adapun simulasi kenaikan yang telah disiapkan yakni antara Rp 500?Rp 3.000 per liter.
?Harus dipastikan kebijakan sosial apa yang dibutuhkan untuk mengurangi dampak kenaikan BBM terhadap kelompok masyarakat yang rentan terhadap kenaikan itu,? tutur Andi.
Arif Budimanta, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P, mengatakan partainya akan belajar dari kebijakan yang diambil pemerintahan SBY dalam mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM. ?Selama ini kan kami lawan karena ada prasyarat yang tidak disiapkan pemerintah,? ujarnya.
Meski begitu, dia mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan opsi terakhir untuk mengatasi persoalan fiskal dalam APBN 2015. Saat ini, pembahasan di DPR belum masuk pada persoalan tersebut.
?Kami masih bahas dan belum berpikir untuk itu. Kami masih bahas persoalan lainnya seperti kuota dan yang lain,? kata Arif yang juga Ketua Forum Ekonomi Megawati Institute.
Anton Gunawan, ekonom Universitas Indonesia, mengatakan penyaluran dana cash melalui BLT atau BLSM Seharusnya tidak lagi diterapkan. Menurut dia, pemerintah dapat mengoptimalisasikan peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam menyalurkan subsidi supaya lebih tepat sasaran.
?Harus ada kerangka yang lebih permanen, seperti BPJS,? tuturnya. Dalam pandangannya, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi selalu menimbulkan gesekan kepentingan politik.
Menurut Anton, pemerintah semestinya memandang persoalan subsidi dengan pola pikir kemaritiman. Alhasil pemberian subsidi harus diutamakan kepada sektor-sektor yang menghubungkan antarpulau, yakni transportasi laut atau udara.
?Subsidi BBM sangat dinikmati transportasi darat. Dalam kerangka ini subsidi BBM tidak cocok dengan kerangka pikir negara kepulauan,? ujarnya.
Petrus Lelyemin