Sambut MEA, Konsultan Pajak Wajib Registrasi Ulang

Arief Kamaludin|KATADATA
KATADATA/ Arief Kamaludin
Penulis:
Editor: Arsip
7/8/2014, 18.45 WIB

KATADATA ? Para konsultan pajak kini harus melakukan registrasi kembali dan mengikuti proses pengujian standardisasi yang diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (PPSKP). Pendaftaran ulang itu harus dilakukan sebelum 9 Desember 2014, jika tidak maka statusnya akan dihapus dan tidak bisa beroperasi.

"Jadi ada waktu kurang lebih 6 bulan untuk melakukan registrasi ulang sejak sekarang," ujar Direktur Peraturan Perpajakan II, John Hutagaol di Jakarta, Kamis 7 Agustus 2014.

Aturan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 111/PMK.03/2014 yang mengatur Penertiban standardisasi kelembagaan dan profesi konsultan pajak yang berlaku sejak 9 Desember mendatang. PMK itu bertujuan untuk menguatkan sistem perpajakan nasional salah satunya dilakukan dengan penertiban standar bagi para konsultan pajak yang selama ini belum begitu teratur standarisasi profesinya. Lemahnya standarisasi tersebut kerap mengakibatkan pengawasan dan dorongan pemenuhan kewajiban membayar oleh wajib pajak tidak berjalan dengan baik.

Dalam aturan tersebut diatur beberapa hal baru yang lebih tegas dibandingkan aturan sebelumnya seperti, independensi profesi konsultan, objektivitas serta standarisasi kelembagaan dan profesi lainnya.

"Latar belakangnya kita ingin membangun suatu konsultan pajak dan kualitasnya yang lebih baik untuk mengakomodir dinamika tuntutan terhadap pelayanan konsultan pajak yang lebih baik," tutur John.

John menyatakan, langkah tersebut dilakukan dalam rangka menyiapkan iklim dan sistem perpajakan yang kuat guna menghadapai pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan bergulir akhir tahun depan. "Ini lah dalam rangka 2015 itu. Kita akan mulai. Masing-masing negara itu punya karakter masing-masing. Kalau ini dibuka di ASEAN maka akan ada penyetaraan," imbuhnya.

Dia mengungkapkan saat ini pemerintah masih membahas penerapan aturan tersebut dalam pemberlakuan MEA nanti. Pasalnya nasib para konsultan negara tetangga yang masuk ke Indonesia belum jelas nasib sertifikasinya untuk beroperasi di Indonesia. Meskipun begitu, John menerangkan, kemungkinan besar branchmark aturan yang akan mengatur kasus seperti itu akan mengarakan konsultan asing untuk tetap mengikuti aturan dan standarisasi yang berlaku di negara tempat dia menyalurkan jasa konsultasinya.

Penyelesaian persoalan perpajakan nasional dengan mendorong sisi pemerintah saja, menurut dia tidak akan maksimal. Stakeholder terkait seperti aosiasi-asosiasi yang juga menjaring para konsultan harus dimasimalkan untuk memastikan wajib pajak tertib menunaikan kewajibannya membayar.

"Tingkat kepatuhan tingkat wajib pajak (WP) masih rendah, jadi kita ingin dalam rangka meningkatkan kepatuhan WP tadi peranan asosiasi ini sangat menentukan, bukan hanya dikerahkan oleh pemerintah saja. Kenapa? Karena mereka itu day to day mengetahui kepatuhan dari WP itu tadi," terangnya.

Salah satu bentuk pengawasan ketat yang kini diberlakukan pemerintah mlui adanya aturan tersebut, tambah John, yakni adanya sanksi bagi konsultan jika kliennya terbukti melakukan tindak pidana fiskal. "Akan kena sanksi seperti dibekukan izinnya, kalau keputusannya sudah inkrah maka dicabut izinnya, sanksinya jelas kalau yang sekarang," ujarnya.

Selain itu, ruang gerak luas bagi konsultan untuk memiliki jabatan rangkap kini dengan pemberlakuan aturan tersebut tidak diperkenankan lagi. "Ya mereka milih, jadi kalau ini bukan profesi hidup saya, ya biarkan saja izinya dicabut," kata John.

Petrus Lelyemin
Reporter: Redaksi