DPR Minta Penerapan Tarif PPN 12% Mempertimbangkan Daya Beli Masyarakat
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah mempertimbangkan daya beli masyarakat sebelum menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Dia pun meminta agar pembahasan PPN tersebut dimulai pada kuartal I 2025.
"Menurut perkiraan saya, alangkah baiknya, alangkah eloknya, naik dan tidak naiknya itu dibahas nanti di kuartal I 2025 yang akan datang," kata Said usai Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Kamis (19/9).
Said menjelaskan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490 triliun telah mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada, termasuk skenario apabila PPN jadi naik 12% pada 2025.
"Asumsinya bukan pakai 11% atau 12%, bahwa ada usaha terbaik yang harus dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini penerimaan perpajakan Rp 2.490 triliun. Kemudian dari cukai bea masuk dan bea keluar sekitar Rp 300 triliun," ujarnya.
Dia bilang, penerapan tarif PPN 12% bakal menyesuaikan dengan kondisi perekonomian, termasuk daya beli masyarakat. Oleh karena itu, keputusan tarif PPN itu tetap akan menjadi kewenangan pemerintahan Prabowo Subianto.
"Bahwa di tengah jalan nanti pemerintahan baru berpikir itu (PPN) perlu dinaikkan atau tidak. 1% dari 11% ke 12% itu sudah menjadi kebijakan pemerintahan baru yang akan datang,"kata Said.
Target Pendapatan Negara di 2025
Adapun dalam UU APBN 2025, pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp 3.005,1 triliun, belanja negara Rp 3.621,3 triliun, defisit Rp616,19 triliun dengan keseimbangan primer defisit sebesar Rp 63,33 triliun, serta pembiayaan anggaran sebesar Rp 616,2 triliun.
Untuk belanja kementerian/lembaga (K/L) ditetapkan sebesar Rp 1.160,09 triliun, belanja non K/L sebesar Rp 1.541,36, serta Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 919,87 triliun.
Kemudian penerimaan perpajakan untuk 2025 ditargetkan mencapai Rp 2.490,9 triliun. Sementara target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada tahun 2025 mencapai Rp 513,6 triliun.