Corona Belum Usai, BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2020 Minus 2,2%
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini akan terkontraksi sebesar 2,2% sejalan dengan masih berlangsungnya pandemi global virus corona alias Covid-19.
"Dengan proyeksi kontraksi ekonomi berlanjut sampai dengan triwulan III 2020, BI memperkirakan ekonomi dunia tahun 2020 mencatat pertumbuhan negatif 2,2%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi video, Selasa (19/5).
Perry menjelaskan bahwa pada triwulan I pertumbuhan ekonomi berbagai negara di dunia turun tajam akibat pandemi corona sejalan dengan meluasnya pandemi yang disertai berbagai upaya pembatasan aktivitas masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Eropa, Jepang, Singapura, dan Filipina mengalami kontraksi di triwulan I. Sementara pertumbuhan ekonomi AS melambat signifikan menjadi hanya tumbuh 0,3%.
(Baca: Terpukul Pandemi Corona, Ekonomi Jepang Jatuh ke Jurang Resesi)
Sementara di Indonesia, pertumbuhan ekonomi triwulan I tercatat 2,97%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,97%.
Penurunan laju pertumbuhan disebabkan melambatnya ekspor jasa, khususnya pariwisata, konsumsi non-makanan, dan investasi. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sub-sektor transportasi menjadi sektor yang paling terdampak pandemi.
Perry mengungkapkan bahwa risiko resesi ekonomi global hingga April 2020 tetap besar. "Tercermin pada kontraksi berbagai indikator dini seperti kinerja sektor manufaktur dan jasa, serta turunnya keyakinan konsumen dan bisnis," ujarnya.
Perkembangan ini mengakibatkan volume perdagangan dunia turun, yang diikuti dengan jatuhnya harga komoditas dan harga minyak mentah.
(Baca: Ekonomi Kuartal I Cuma Tumbuh 2,97%, BI Berpotensi Pangkas Bunga Acuan)
Meski demikian, Perry memprediksi perekonomian dunia akan pulih pada 2021 dan tumbuh sebesar 5,2%. Pemulihan ini terutama didorong dampak positif kebijakan yang ditempuh di banyak negara dan faktor base effect.
Meski demikian, dia menilai pengaruh Covid-19 terhadap ketidakpastian pasar keuangan dunia mulai mereda. "Kondisi ini secara perlahan mendorong mulai berkurangnya intensitas aliran modal keluar dari negara berkembang dan kemudian diikuti turunnya tekanan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia," kata dia.
BI mencatat, aliran modal asing masuk pada investasi portofolio sejak April hingga 14 Mei 2020 mencatat net inflow sebesar US$ 4,1 miliar. Adapun pada triwulan I 2020 aliran modal asing deras mengalir keluar atau net outflow sebesar US$ 5,7 miliar.
Sementara, posisi cadangan devisa akhir April meningkat menjadi US$ 127,9 miliar. Jumlah tersebut setara pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
(Baca: BI Tahan Bunga Acuan 4,5% demi Jaga Rupiah di Tengah Gejolak Corona)
Adapun sebelumnya Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global akan mengalami kontraksi hingga -3%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dari pertumbuhan tahun lalu sebesar 2,9%. Perekonomian Indonesia pun diprediksi masih tumbuh positif, meski anjlok 4,5% dibandingkan kinerja 2019.