Pemerintah Proyeksi Rasio Utang Melejit jadi 37,6% PDB akibat Corona

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Posisi utang pemerintah per akhir April 2020 naik 14,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 5.172,48 triliun.
28/5/2020, 15.08 WIB

Rasio utang pemerintah berpotensi melejit dari 30% terhadap Produk Domestik Bruto pada akhir tahun lalu menjadi 37,6% pada 2020, Bahkan, angka rasionya terus naik hingga 38,3% pada tahun 2023. Ini merupakan dampak dari kebijakan ekspansif pemerintah di tengah pandemi virus corona.

Berdasarkan bahan paparan Kementerian Keuangan dalam rapat dengan DPR yang diterima Katadata.co.id, Kamis (28/5), rasio utang pemerintah pada tahun 2019 tercatat 30,2% PDB. Angka tersebut terus naik dari sejak tahun 2015 yang sebesar 27,4%, 2016 tercatat 28,3%, 2017 yakni 29,4%, dan 2018 yaitu 29,8%.

Sementara itu, rasio utang pemerintah diproyeksikan naik hingga 37,6% pada 2020, 37,5%-38,5% pada 2021, 37,5%-38,4% pada 2022, dan 37,3%-38,3% pada 2023.

Kenaikan rasio utang ini terjadi seiring defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperkirakan membengkak mencapai Rp 1.028,5 triliun tau 6,27% terhadap PDB.  Namun, pemerintah menargetkan dapat mengembalikan defisit anggaran di bawah 3% pada 2023.

(Baca: Tangani Corona, Utang Pemerintah Melonjak 14% jadi Rp 5.172 Triliun)

Perinciannya, defisit akan mencapai 3,2%-4,2% pada tahun 2021, 2,8%-3,6% pada 2022, dan 2,4%-2,7% pada 2023. Namun, angka proyeksi defisit ini akan turut dipengaruhi dinamika perekonomian dan kebijakan yang ditempuh pemerintah.

Adapun posisi utang pemerintah per akhir April 2020 naik 14,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 5.172,48 triliun, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini. Pada periode tersebut, rasio utang tercatat 31,78% terhadap PDB.

Meski meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, posisi utang pemerintah turun dibandingkan bulan sebelumnya Rp5.192,56 triliun. Penurunan juga terjadi pada  rasio utang terhadap PDB yang pada Maret lalu mencapai 32,12%. Hal ini terutama disebabkan oleh apresiasi pada nilai tukar rupiah. 

(Baca: Defisit Anggaran Melebar, Target Pembiayaan Utang Naik Jadi Rp 1.206 T)

Mengutip buku APBN KiTa edisi Mei 2020, total utang pemerintah tersebut masih didominasi dalam bentuk Surat Berharga Negara yakni 83,9% atau mencapai Rp 4.338,44 triliun. Sementara utang pemerintah dalam bentuk pinjaman tercatat Rp 834,04 triliun atau 16,1%.

Total SBN tersebut terdiri dari SBN domestik Rp 3.112,15 triliun dan SBN valas Rp 1.226,29 triliun. Lebih perinci, SBN domestik terdiri dari Surat Utang Negara Rp 2.579,4 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp 532,75 triliun. Sementara itu, SBN valas terdiri dari SUN sebesar Rp 995,89 triliun dan SBSN Rp 230,39 triliun.

Lebih lanjut, total pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 9,92 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 824,12 triliun. Pinjaman luar negeri berbentuk kerja sama bilateral senilai Rp 333 triliun, multilateral Rp 448,45 triliun, dan dari bank komersial Rp 42,68 triliun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria