Bank Dunia: Resesi Ekonomi akibat Corona Terburuk Sejak Perang Dunia 2
Bank Dunia memproyeksi ekonomi global pada tahun ini negatif hingga mencapai 5,2% akibat pandemi corona, resesi terdalam sejak perang dunia kedua. Ramalan ini berbanding terbalik dibandingkan outlook yang dirilis Bank Dunia pada Januari 2020 yang memproyeksi ekonomi global tahun ini tumbuh 2,5%.
Virus corona ditemukan pertama kali menyebar di Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun lalu. Pandemi ini kemudian dengan cepat menjangkiti berbagai belahan dunia dan menciptakan lonjakan kasus di sejumlah negara sejak Februari 2020.
Lebih dari 200 negara dan teritori di seluruh dunia kini terjangkit Covid-19 dengan total kasus mencapai 7,1 juta dan kematian lebih dari 406 ribu orang. Detail 10 negara dengan kasus terbanyak dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.
"Ekonomi global menderita pukulan yang menghancurkan. Proyeksi dasar kami, ini bahkan menciptakan resesi terdalam sejak perang dunia kedua," ujar Malpass dalam Laporan Global Economic Prospects Juni 2020 yang dirilis Senin (8/6).
(Baca: Lima Negara Maju yang Terancam Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Corona)
Bank Dunia memperkirakan penyusutan ekonomi tak hanya terjadi di negara-negara maju. Pendapatan per kapita sebagian besar negara emerging dan berkembang juga diramal menyusut pada tahun ini.
Ekonomi negara maju diperkirakan terkontraksi hingga 7%. Kontraksi paling dalam akan terjadi di Jepang mencapai 9,1%, disusul Amerika Serikat minus 7%, dan Uni Eropa minus 6,1%. Namun pada tahun depan, ekonomi negara maju diperkirakan tumbuh 3,9%. Ekonomi Uni Eropa akan tumbuh 4,5%, AS sebesar 4%, dan Jepang tumbuh 2,5%.
Sementara ekonomi negara emerging dan berkembang tahun ini akan minus 2,5%. Ekonomi Tiongkok masih tumbuh tetapi hanya 1%, tetapi India minus 3,2% dan Brasil minus hingga 8%.
Kendati demikian, ekonomi negara emerging dan berkembang diramal akan kembali tumbuh 4,6% pada tahun depan. Ekonomi Tiongkok diramal tumbuh 6,6%, India 3,1%, dan Brasil 2,2%.
The Economist Intelligence Unit (EIU) sebelumnya juga memprediksi 20 negara dengan ekonomi terbesar dunia atau G20 akan mengalami resesi pada 2020, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.
Dukungan kebijakan fiskal yang digelontorkan oleh banyak negara juga telah jauh melebihi saat krisis keuangan 2008-2009. Namun demikian, pandemi ini tetap akan menjerumuskan sebagian besar negara dalam jurang resesi pada tahun ini.
Bank Dunia menilai, resesi global tahun ini masih berpotensi lebih dalam dari proyeksi minus 5,2%. Ini dapat terjadi jika upaya pengendalian pandemi membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan dan terjadi kegagalan pada sistem keuangan.
"Dengan skenario ini, pertumbuhan ekonomi global akan terkontraksi hingga hampir 8% pada 2020. Pemulihan ekonomi juga akan sangat lambat karena keseimbangan yang terganggu," jelas Bank Dunia.
Maka demikian, ekonomi global pada tahun depan hampir tidak akan pulih dan hanya dapat tumbuh 1%.
(Baca: Ekonomi Kuartal II Tetap Terancam Resesi meski PSBB Dilonggarkan )
Sebaliknya, pemulihan ekonomi akan lebih cepat jika langkah-langkah pengendalian pandemi efektif dan pelonggaran karantina yang mulai diterapkan sejumlah negara berjalan lancar.
Meski dengan skenario yang lebih baik ini, ekonomi global diperkirakan masih akan minus 3% pada tahun ini. Namun, ekonomi global berpotensi pulih lebih cepat dan tumbuh di atas 5% pada tahun depan.
Bank Dunia menilai pembuat kebijakan di berbagai belahan dunia menghadapi tantangan yang berat saat ini. Jika selama resesi global 2009 banyak negara emerging dan berkembang dinilai mampu memberikan tanggapan fiskal dan moneter skala besar yang cukup efektif, kondisi saat ini jauh berbeda.
"Banyak negara-negara emerging dan berkembang kurang siap untuk menghadapi cuaca buruk saat ini karena harus secara bersamaan bergulat dengan krisis kesehatan masyarakat berbiaya besar dan hantaman ekonomi," tulis Bank Dunia.