Badan Pusat Statistik menyebut, masih banyak masyarakat Indonesia yang menganggap menerima uang selama Pilkada merupakan hal yang wajar. Ini terungkap dalam survei indeks perilaku anti korupsi Indonesia pada 2020 yang dilakukan lembaga tersebut.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, indeks perilaku antikorupsi tahun ini secara keseluruhan naik 0,14 poin dari 3,84 menjadi 3,7 meski masih belum mencapai target RPJMN 2020 yakni 4,00 dari skala 1-5. Indeks tersebut kemudian terbagi dalam dua dimensi yakni, dimensi persepsi dan dimensi pengalaman.
Adapun hasil survei pada dimensi pengalaman, menurut dia, menunjukkan level 3,91 atau perilaku antikorupsi yang semakin meningkat. Namun, dimensi persepsi mencatatkan 3,68 yang menunjukkan masyarakan secara persepsi semakin permisif atau terbuka terhadap korupsi.
"Dari dimensi persepsi, menunjukkan masyarakat semakin permisif terhadap korupsi di tahun 2020," ujar Suhariyanto di Jakarta, Senin (15/6).
(Baca: Survei Indikator: Kepuasan Warga Terhadap Kinerja Jokowi Menurun)
BPS juga menemukan dalam dimensi persepsi korupsi di lingkup publik, terdapat kenaikan terkait anggapan wajar untuk menerima pembagian uang barang, atau fasilitas pada pilkada, pilkades, dan pemilu.
Suhariyanto menyebut, persentase pada anggapan tersebut naik 11,85% dari 20,89% menjadi 32,74%. "Dengan demikian masih banyak masyarakat yang menganggap wajar menerima uang dari pilkada," kata dia.
Selain itu, 31,67% warga juga masih menganggap wajar pemberian uang, fasilitas, dan barang kepada petugas untuk mempercepat urusan administrasi kependudukan KTP, kartu keluarga, surat keterangan tanda miskin, dan sebagainya.
Terdapat 27,97% warga masih menganggap wajar pemberian uang, barang, dan fasilitas untuk mempercepat pengurusan SIM, STNK, SKCK, dan lainnya. Lalu 22,47% warga menganggap wajar peserta pilkades, pilkada, atau pemilu membagikan uang, barang, dan fasilitas ke calon pemilih.
(Baca: Jokowi Minta BPK hingga KPK Awasi Dana Corona dan Pemulihan Ekonomi)
Kemudian, masih terdapat 14,57% masyarakat yang masih menganggap wajar pihak sekolah yang meminta imbalan dari orang tua murid ketika kenaikan kelas atau penerimaan rapor.
Dalam lingkup komunitas maupun keluarga, juga terlihat penurunan kesadaran anti korupsi masyarakat. Pada
tahun 2020, masyarakat semakin permisif di kedua lingkup ini.
Sementara dari segi pengalaman masyarakat, masih terdapat 16,79% responden yang membayar suap kepada petugas atau diminta untuk menyuap petugas, ketika mengakses layanan sendiri maupun melalui perantara pada tahun ini.
Kemudian, 19,97% masyarakat pelaku usaha masih membayar suap kepada petugas atau diminta untuk membayar suap oleh petugas, baik ketika mengakses layanan sendiri maupun melalui perantara.
Indeks perilaku anti korupsi 2020 didapatkan dari survei kepada 10.040 rumah tangga di 34 provinsi. Dalam 1 rumah tangga dipilih anggota rumah tangga berusia 18 tahun ke atas sebagai responden.