Bank Dunia memasukkan Indonesia ke dalam negara berpendapatan menegah atas dari sebelumnya berpendapatan menengah ke bawah. Artinya, pendapatan nasional bruto atau gross income (GNI) negara ini berada di rentang US$ 4.046 hingga US$ 12.535 per tahun.
Indonesia menjadi satu-satunya negara yang baru masuk dalam kelompok tersebut. Pada kelompok negara berpendapatan menengah bawah terdapat anggota baru, yakni Algeria, Benin, Sri Lanka, Nepal, dan Tanzania.
Romania, Mauritius, dan Naru menjadi anggota baru dalam kelompok negara berpendapatan atas. Sementara Sudan yang sebelumnya masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah bawah kini dikelompokkan sebagai negara berpendapatan rendah.
(Baca: Indonesia Resmi Naik Kelas jadi Negara Berpendapatan Menengah ke Atas )
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku kaget dengan perubahan status itu. "Saya cukup kaget melihat ini karena diumumkan pada saat keadaan seperti ini (pandemi corona)," katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (1/7).
Bank Dunia belum merilis perincian GNI per kapita Indonesia terbaru berdasarkan Metode Atlas yang menjadi acuan. Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produk domestik bruto atau PDB per kapita sepanjang 2019 sebesar Rp 59,1 juta atau setara US$ 4.174,9. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan PDB per kapita pada 2018, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Klasifikasi Pendapatan Negara Menurut Bank Dunia
Pengelompokkan pendapatan negara berdasarkan GNI dihitung dengan metode Atlas Bank Dunia. Berdasarkan klasifikasi terbaru, negara yang masuk kelompok pendapatan rendah memiliki GNI per kapita di bawah US$ 1.035.
Negara berpendapatan menengah ke bawah memiliki GNI per kapita antara US$ 1.036 dan US$ 4.045. Kemudian, negara berpendapatan menengah atas memiliki GNI per kapita antara US$ 4.046 dan US$ 12.535. Sedangkan negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi memiliki GNI per kapita sebesar US$ 12.536 atau lebih.
Klasifikasi ini sedikit berubah dibandingkan tahun lalu. Sebelumnya, negara berpendapatan rendah memiliki GNI per kapita US$ 995 ke bawah, negara berpendapatan menengah ke bawah US$ 996 hingga US$ 3.895, negara berpendapatan menengah ke atas US$3.896 hingga US$ 12.055, dan negara pendapatan tinggi di atas US$ 12.056.
Menurut data terbaru Bank Dunia, negara dengan pendapatan tertinggi adalah Swiss. Lalu, di bawahnya adalah Norwegia, Macau (Tiongkok), Pulau Man, Luksemburg, Islandia, dan Amerika Serikat. GNI per kapita Indonesia untuk 2019 berada di angka US$ 4.050, naik dari posisi sebelumnya di US$ 3.840.
(Baca: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Global Berpotensi Depresi Akibat Covid-19)
Apa Beda PDB dan GNI?
Ekonom Faisal Basri dalam blog pribadinya pernah menjelaskan perbedaan antara PDB atau GDP dan pendapatan nasional bruto atau gross national income. PDB merupakan seluruh pendapatan penduduk, perusahaan, dan pemerintah selama periode tertentu, termasuk di dalamnya pendapatan warga asing.
Sementara, GNI menghitung seluruh pendapatan warga negara Indonesia, termasuk yang bekerja di luar negeri tetapi tak menghitung pendapatan warga negara asing yang bekerja di Indonesia.
Untuk kasus Indonesia, menurut Faisal, PDB per kapita lebih tinggi dari PNB per kapita. Hal ini lantaran upah warga negara asing yang bekerja di Indonesia rata-rata lebih tinggi dibandingkan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.
(Baca: Sri Mulyani Nilai Bantuan Multilateral Tak Cukup untuk Tangani Pandemi)
Keuntungan Kenaikan Status RI
Klasifikasi pendapatan negara berdasarkan GNI ini dapat digunakan sebagai salah satu faktor untuk menentukan suatu negara memenuhi syarat dalam menggunakan fasilitas dan produk Bank Dunia termasuk loan pricing atau harga pinjaman.
Kementerian Keuangan dalam pernyataan tertulisnya mengatakan kepercayaan serta persepsi investor, mitra dagang, mitra bilateral, dan mitra pembangunan atas ketahanan ekonomi Indonesia akan lebih kuat seiring dengan peningkatan status ini.
Selain itu, kenaikan status juga merupakan bukti atas ketahanan ekonomi Indonesia serta kesinambungan pertumbuhan yang selalu terjaga dalam beberapa tahun terakhir. “Status ini diharapkan dapat meningkatkan investasi, memperbaiki kinerja current account, mendorong daya saing ekonomi, dan memperkuat dukungan pembiayaan,” tulisnya.
(Baca: Sri Mulyani: Krisis Covid-19 Dorong Reformasi Kebijakan Lebih Ambisius)
Kenaikan status tersebut turut menjadi landasan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045. Pemerintah meyakini target itu dapat tercapai dengan penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan, program kesehatan, dan perlindungan sosial.
Pembangunan infrastruktur, memperkaya inovasi dan teknologi, memperbaiki kualitas layanan, dan meningkatkan efisiensi proses bisnis serta menjaga APBN yang sehat turut menjadi kunci sukses menuju Indonesia Maju 2045.
Kementerian menyatakan Bank Dunia telah memberikan dukungan pembiayaan kepada Indonesia sebesar US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,62 triliun untuk penanganan dampak pandemi COVID-19.