Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menyebutkan dukungan Bank Dunia (World Bank) terhadap omnibus law terlalu gegabah. Alasannya, dukungan tersebut tanpa didasari kajian dan alasan yang jelas.
Ekonom Senior Indef, Enny Sri Hartati mengatakan bahwa sikap Bank Dunia tidak konsisten dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Pasalnya, Bank Dunia pernah mengeluarkan pedoman kebijakan publik harus dilakukan secara transparan, sedangkan omnibus law dilakukan secara tertutup.
"Selama ini Bank Dunia selalu bilang bahwa transparansi dan akuntablitas menjadi keutamaan sebuah kebijakan publik. Itu semuanya dilanggar oleh pembahasan omnibus law, jadi saya tidak tahu ada kepentingan apa Bank Dunia sekarang," kata Enny kepada Katadata.co.id, Jumat (17/7).
Menurut dia, keputusan Bank Dunia memberikan dukungan terhadap omnibus law harus berdasarkan kajian dan alasan yang jelas terkait dengan manfaat dan keburukan beleid tersebut. Sebab, masyarakat Indonesia saja masih mempertanyakan urgensi aturan itu tanpa adanya kejelasan jawaban dari pemerintah.
(Baca: Tiga Saran Bank Dunia untuk Pemulihan Ekonomi RI dari Dampak Pandemi)
Hal ini akhirnya memicu gelombang penolakan yang begitu masif. Selain itu, menurut Enny, sebagai organisasi dunia yang memiliki integritas tinggi, seharusnya sebuah pernyataan tidak dilontarkan secara sembarangan tanpa dasar argumen yang pasti.
"Sebagai lembaga dunia yang punya integritas ini sangat gegabah mengeluarkan pernyataan itu karena kita sendiri di dalam negeri tidak tahu apa isinya omnibus law, karena pembahasnnya sangat tertutup. Jadi bagaimana bisa Bank Dunia bisa memberikan pernyataan seperti itu, ini kan tidak masuk akal," katanya.
Adapun dukungan Bank Dunia terhasap omnibus law yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja diungkapkan oleh Kepala Ekonom World Bank Indonesia Frederico Gil Sander. Menurutnya, omnibus law dapat menjadi motor pemulihan ekonomi Tanah Air yang dihantam pandemi virus corona.
Sender menjelaskan, melalui beleid ini salah satu hal yang mendorong kebangkitan ekonomi yakni adanya kemudahan investasi. Ini juga diklaim akan meningkatkan penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. "Pemerintah banyak bicara soal omnibus law. Ini bensin utama menuju pemulihan," kata Sender.
(Baca: Diprotes Buruh, Jokowi Tunda Bahas Omnibus Law soal Ketenagakerjaan)
Sementara itu, pembahasan RUU omnibus law memicu gelombang demonstrasi sejak akhir tahun lalu di berbagai daerah. Terbaru, aksi unjuk rasa menolak aturan tersebut terjadi pada Kamis (16/7) lalu di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.
Aksi ini dilakukan oleh beberapa elemen seperti mahasiswa, serikat buruh dan organisasi masyarakat (Ormas). Dalam aksinya, demonstran menyoroti beberapa hal yang dinilai merugikan banyak orang seperti upah minimum kota atau kabupaten yang terancam hilang.
Selain itu besaran pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berkurang, penghapusan cuti haid bagi karyawan perempuan dan tidak jelasnya nasib karyawan kontrak atau outsourcing sehingga karyawan dapat berstatus kontrak seumur hidup.
(Baca: Copot Rieke dari Baleg DPR, PDIP Singgung RUU Omnibus Law dan HIP)