Pembiayaan Pemerintah dari Surat Utang Sejak Awal 2020 Capai Rp 874 T
Kementerian Keuangan telah menarik utang melalui lelang surat berharga negara mencapai Rp 874,4 triliun hingga 19 Agustus 2020 guna membiayai APBN di tengah pandemi virus corona. Lelang SBN terdiri dari surat utang negara sebesar Rp 544 triliun dan surat berharga syariah negara atau SBSN sebesar Rp 248,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dari keseluruhan penerbitan SBN tersebut, BI telah membeli SBN khusus untuk pembiayaan barang publik kebutuhan penanganan Covid-19 sebesar Rp 82,21 triliun. Sementara kontribusi bank sentral dalam lelang SBN mencapai Rp 42,96 triliun.
"Kami tetap akan terbit bergerak dengan progress pemulihan ekonomi nasional," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (24/8).
Adapun Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan pembiayaan barang publik oleh pihaknya hanya berlaku pada tahun ini saja. "Tahun depan tidak lagi," ujar Perry dalam kesempatan yang sama.
Kendati demikian, otoritas moneter masih akan berpartisipasi membeli SBN melalui pasar. Hal itu sesuai dengan surat keputusan bersama dengan pemerintah pada 16 April 2020 lalu.
Perry menjealskan dengan kebijakan, komunikasi, dan konsistensi yang baik dengan pemerintah, pasar akan terus optimis dengan perekonomian RI. "Volatilitas nilai tukar maupun SBN terus membaik," katanya.
Bank sentral rencananya membeli SBN khusus untuk pembiayaan barang publik sebesar Rp 187 triliun pada kuartal III 2020. Namun, realisasinya hingga kini baru mencapai Rp 82,1 triliun.
Hal ini, menurut Perry disebabkan oleh realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional yang masih rendah. Penyaluran anggaran PEN per 19 Agustus 2020 baru mencapai Rp 174,79 triliun, atau sekitar 25,1% dari pagu Rp 695,2 triliun.
Realisasi program PEN terdiri dari anggaran kesehatan sebesar Rp 7,36 triliun dari pagu Rp 87,55 triliun. Realisasi sektor ini terdiri dari insentif kesehatan pusat dan daerah Rp 1,86 triliun, santunan kematian tenaga kesehatan yang meninggal Rp 21,6 miliar, gugus tugas covid Rp 3,22 triliun, dan insentif bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kesehatan Rp 2,26 triliun.
Sementara untuk perlindungan sosial, realisasinya mencapai Rp 93,18 triliun atau 49,7% dari pagu Rp 203,91 triliun. Ini terdiri dari PKH Rp 26,6 triliun, kartu sembako Rp 26,3 triliun, bantuan sembako Jabodetabek Rp 3,4 triliun, bantuan tunai non-Jabodetabek Rp 18,6 triliun, kartu prakerja Rp 5,3 triliun, diskon listrik Rp 3,5 triliun, dan BLT dana desa Rp 9,6 triliun.
Untuk sektoral Kementerian Lembaga atau K/L dan Pemerintah Daerah baru mencapai Rp 12,4 triliun dari pagu sebesar Rp 106,05 triliun. Program padat karya mencapai Rp 9,01 triliun, Dana Insentif Daerah Pemulihan Ekonomi sudah terbayarkan Rp 654,9 miliar, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik mencapai Rp 328,8 miliar, dan bantuan produktif sebesar Rp 2,4 triliun untuk satu juta usaha mikro.
Kemudian, realisasi program insentif usaha dalam bentuk perpajakan sebesar Rp 120,61 triliun baru terealisasi sebesar Rp 17,23 triliun. Rinciannya terdiri dari PPh 21 DTP Rp 1,35 triliun, PPh 22 impor Rp 3,36 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp 6,03 triliun, pengambilan pendahuluan PPN Rp 1,29 triliun, dan penurunan tarif PPh badan Rp 5,2 triliun.
Realisasi dukungan untuk UMKM tercatat Rp 44,63 triliun, atau 37,2% dari pagu Rp 123,47 triliun. Ini terdiri dari penempatan dana pemerintah di bank Rp 41,2 triliun, pembiayaan investasi LPDB Rp 1 triliun, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah Rp 270 miliar, dan subsidi bunga UMKM Rp 2,16 triliun.
Untuk pembiayaan korporasi belum terealisasikan. Padahal, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp 53,537 triliun untuk pos pembiayaaan ini.